Perkembangan Matematika Di Indonesia

Suka atau tidak suka seseorang terhadap matematika, namun tidak sanggup dihindari bahwa hidupnya akan senantiasa bertemu dengan matematika, entah itu dalam pembelajaran formal, non formal maupun dalam kehidupan mudah sehari-hari. Matematika merupakan alat bantu kehidupan dan pelayan bagi ilmu-ilmu yang lain, ibarat fisika, kimia, biologi, astronomi, teknik, ekonomi, farmasi maupun matematika sendiri.

Mungkin diantara kita banyak yang bertanya bukankah ketika ini sudah ada kalkulator dan komputer sehingga matematika sebagai alat bantu kehidupan menjadi berkurang? Memang benar, dengan kehadiran kedua alat tersebut banyak duduk kasus kehidupan yang awalnya gampang menjadi sulit, dan sanggup diselesaikan dalam waktu yang relatif singkat.

Namun perlu diketahui bahwa alat-alat tersebut pun juga memakai prinsip matematika. Tanpa adanya prinsip-prinsip dan konsep matematika kedua alat tersebut yaitu kalkulator dan komputer mustahil ada. Begitu pentingnya matematika dalam kehidupan maka tidak aneh bila pembelajaran matematika mengalami perkembangan dan diadaptasi dengan kebutuhan zaman. Bagaimanakah perkembangan pembelajaran matematika di Indonesia?

A. Matematika tradisional (Ilmu Pasti)
Setelah Indonesia terlepas dari penjajahan kolonial, pemerintah berbenah diri menyusun jadwal pendidikan. Matematika diletakkan sebagai salah satu mata pelajaran wajib. Saat itu pembelajaran matematika lebih ditekankan pada ilmu hitung dan cara berhitung.

Urutan-urutan materi seperti telah menjadi konsensus masyarakat. Karena seperti sudah menjadi konsensus maka ketika urutan dirubah sedikit saja protes dan penentangan dari masyarakat begitu kuat. Untuk pertama kali yang diperkenalkan kepada siswa yaitu bilangan asli dan membilang, kemudian penjumlahan dengan jumlah kurang dari sepuluh, pengurangan yang selisihnya positif dan lain sebagainya.

Kekhasan lain dari pembelajaran matematika tradisional yaitu bahwa pembelajaran lebih menekankan hafalan dari pada pengertian, menekankan bagaimana sesuatu itu dihitung bukan mengapa sesuatu itu dihitungnya demikian, lebih mengutamakan kepada melatih otak bukan kegunaan, bahasa/istilah dan simbol yang dipakai tidak jelas, urutan operasi harus diterima tanpa alasan, dan seterusnya.

Urutan operasi hitung pada era pembelajaran matematika tradisional yaitu kali, bagi, tambah dan kurang. Maksudnya bila ada soal dengan memakai operasi hitung maka perkalian harus didahulukan dimanapun letaknya gres kemudian pembagian, penjumlahan dan pengurangan. Urutan operasi ini mulai tahun 1974 sudah tidak dipandang kuat lagi banyak masalah yang sanggup dipakai untuk memperlihatkan kelemahan urutan tersebut.

Contoh
12 : 3 jawabanya yaitu 4, dengan tanpa memberi tanda kurung, soal di atas ekuivalen dengan 9 + 3 : 3, berdasar urutan operasi yaitu bagi dulu gres jumlah dan hasilnya yaitu 10. Perbedaan hasil inilah yang menjadi alasan bahwa urutan tersebut kurang kuat.

Sementara itu cabang matematka yang diberikan di sekolah menengah pertama yaitu aljabar dan Ilmu ukur (geometri) bidang. Geometri ini diajarkan secara terpisah dengan geometri ruang selama tiga tahun. Sedangkan yang diberikan di sekolah menengah atas yaitu aljabar, geometri ruang, goneometri, geometri lukis, dan sedikit geometri analitik bidang. Geometri ruang tidak diajarkan serempak dengan geometri ruang, geomerti lukis yaitu ilmu yang kurang banyak diharapkan dalam kehidupan sehingga menjadi absurd dikalangan siswa.

B. Pembelajaran Matematika Modern
Pengajaran matematika modern resminya dimulai sesudah adanya kurikulum 1975. Model pembelajaran matematika modern ini muncul lantaran adanya kemajuan teknologi. Di Amerika Serikat perasaan adanya kekurangan orang-orang yang bisa menangani senjata, rudal dan roket sangat sedikit, mendorong munculnya pembaharuan pembelajaran matematika.

Selain itu penemuan-penemuan teori mencar ilmu mengajar oleh J. Piaget, W Brownell, J.P Guilford, J.S Bruner, Z.P Dienes, D.Ausubel, R.M Gagne dan lain-lain semakin memperkuat arus perubahan model pembelajaran matematika.

W. Brownell mengemukakan bahwa mencar ilmu matematika harus merupakan mencar ilmu bermakna dan berpengertian. Teori ini sesuai dengan teori Gestalt yang muncul sekitar tahun 1930, dimana Gestalt menengaskan bahwa latihan hafal atau yang sering disebut drill yaitu sangat penting dalam pengajaran namun diterapkan sesudah tertanam pengertian pada siswa.

Dua hal tersebut di atas memperngaruhi perkembangan pembelajaran matematika di Indonesia. Berbagai kelemahan seolah nampak jelas, pembelajaran kurang menekankan pada pengertian, kurang adanya kontinuitas, kurang merangsang anak untuk ingin tahu, dan lain sebagainya. Ditambah lagi masyarakat dihadapkan pada kemajuan teknologi.

Akhirnya Pemerintah merancang jadwal pembelajaran yang sanggup menutupi kelemanahn-kelemahan tersebut. Muncullah kurikulum 1975 dimana matematika ketika itu mempunyai karakteristik sebagai berikut;
  1. Memuat topik-topik dan pendekatan baru. Topik-topik gres yang muncul yaitu himpunan, statistik dan probabilitas, relasi, sistem numerasi kuno, penulisan lambang bilangan non desimal.
  2. Pembelajaran lebih menekankan pembelajaran bermakna dan berpengertian dari pada hafalan dan ketrampilan berhitung.
  3. Program matematika sekolah dasar dan sekolah menengah lebih kontinyu.
  4. Pengenalan pemfokusan pembelajaran pada struktur.
  5. Programnya sanggup melayani kelompok belum dewasa yang kemampuannya hetrogen.
  6. Menggunakan bahasa yang lebih tepat.
  7. Pusat pengajaran pada murid tidak pada guru.
  8. Metode pembelajaran memakai meode menemukan, memecahkan masalah dan teknik diskusi.
  9. Pengajaran matematika lebih hidup dan menarik.

C. Kurikulum Matematika 1984
Pembelajaran matematika pada era 1980-an merupakan gerakan revolusi matematika kedua, walaupun tidak sedahsyat pada revolusi matematika pertama atau matematika modern. Revolusi ini diawali oleh kekhawatiran negara maju yang akan disusul oleh negara-negara kurang pintar ketika itu, ibarat Jerman barat, Jepang, Korea, dan Taiwan. Pengajaran matematika ditandai oleh beberapa hal yaitu adanya kemajuan teknologi muthakir ibarat kalkulator dan komputer.

Perkembangan matematika di luar negeri tersebut besar lengan berkuasa terhadap matematika dalam negeri. Di dalam negeri, tahun 1984 pemerintah melaunching kurikulum baru, yaitu kurikulum tahun 1984.

Alasan dalam menerapkan kurikulum gres tersebut antara lain, adanya sarat materi, perbedaan kemajuan pendidikan antar kawasan dari segi teknologi, adanya perbedaan kesenjangan antara jadwal kurikulum di satu pihak dan pelaksana sekolah serta kebutuhan lapangan dipihak lain, belum sesuainya materi kurikulum dengan tarap kemampuan anak didik. Dan, CBSA (cara mencar ilmu siswa aktif) menjadi huruf yang begitu menempel erat dalam kurikulum tersebut.

Dalam kurikulum ini siswa di sekolah dasar diberi materi aritmatika sosial, sementara untuk siswa sekolah menengah atas diberi materi gres ibarat komputer. Hal lain yang menjadi perhatian dalam kurikulum tersebut, yaitu materi bahan gres yang sesuai dengan tuntutan di lapangan, permainan geometri yang bisa mengaktifkan siswa juga disajikan dalam kurikulum ini.

Sementara itu langkah-langkah biar pelaksanaan kurikulum berhasil yaitu melaksanakan hal-hal sebagai berikut;
  1. Guru supaya meningkatkan profesinalisme
  2. Dalam buku paket harus dimasukkan kegiatan yang memakai kalkulator dan computer
  3. Sinkronisasi dan kesinambungan pembelajaran dari sekolah dasar dan sekolah lanjutan
  4. Pengevaluasian hasil pembelajaran
  5. Prinsip CBSA di pelihara terus

D. Kurikulum Tahun 1994
Kegiatan matematika internasional begitu marak di tahun 90-an. walaupun hal itu bukan hal yang gres alasannya tahun tahun sebelumnya kegiatan internasional ibarat olimpiade matematika sudah berjalan beberapa kali. Sampai tahun 1977 saja sudah 19 kali diselenggarakan olimpiade matematika internasional. Saat itu Yugoslavia menjadi tuan rumah pelaksanaan olimpiade, dan yang berhasil mendulang medali yaitu Amerika, Rusia, Inggris, Hongaria, dan Belanda.

Dalam kurikulm tahun 1994, pembelajaran matematika mempunyai huruf yang khas, struktur materi sudah diadaptasi dengan psikologi perkembangan anak, materi keahlian ibarat komputer semakin mendalam, model-model pembelajaran matematika kehidupan disajikan dalam aneka macam pokok bahasan.

Intinya pembelajaran matematika ketika itu mengedepankan tekstual materi namun tidak melupakan hal-hal kontekstual yang berkaitan dengan materi. Soal kisah menjadi sajian menarik disetiap simpulan pokok bahasan, hal ini diberikan dengan pertimbangan biar siswa bisa menuntaskan permasalahan kehidupan yang dihadapi sehari-hari.

E. Kurikulum tahun 2004
Setelah beberapa dekade dan secara khusus sepuluh tahun berjalan dengan kurikulum 1994, pola-pola usang bahwa guru membuktikan konsep, guru memperlihatkan contoh, murid secara individual mengerjakan latihan, murid mengerjakan soal-soal pekerjaan rumah hanya kegiatan rutin saja disekolah, sementara bagaimana keragaman pikiran siswa dan kemampuan siswa dalam mengungkapkan gagasannya kurang menjadi perhatian.

Para siswa umumnya mencar ilmu tanpa ada kesempatan untuk mengkomunikasikan gagasannya, mengembangkan kreatifitasnya. Jawaban soal seolah membatasi kreatifitas dari siswa lantaran balasan benar seolah-lah hanya otoritas dari seorang guru.

Pembelajaran ibarat paparan di atas akibatnya hanya menghasilkan lulusan yang kurang terampil secara matematis dalam menuntaskan persoalah-persoalan seharai-hari. Bahkan pembelajaran model di atas semakin memunculkan kesan kuat bahwa matematika pelajaran yang sulit dan tidak menarik.

Tahun 2004 pemerintah melaunching kurikulum gres dengan nama kurikulum berbasis kompetesi. Secara khusus model pembelajaran matematika dalam kurikulum tersebut mempunyai tujuan antara lain;
  1. Melatih cara berfikir dan bernalar dalam menarik kesimpulan, contohnya melalui kegiatan penyelidikan, eksplorasi, eksperimen, menunjukkankesamaan, perbedaan, konsistensi dan inkonsistensi
  2. Mengembangkan aktifitas kreatif yang melibatkan imajinasi, intuisi, dan inovasi dengan mengembangkan divergen, orisinil, rasa ingin tahu, membuat prediksi dan dugaan, serta mencoba-coba.
  3. Mengembangkan kemampuan memecahkan masalah
  4. Mengembangkan kewmapuan memberikan informasi atau mengkomunikasikan gagasan antara lain melalui pembicaraan lisan, catatan, grafik, diagram, dalam menjelaskan gagasan.


Tujuan pembelajaran matematika
Prihandoko (2006: 5) mengemukakan tujuan pembelajaran matematika di sekolah dasar yaitu memperlihatkan bekal yang cukup bagi siswa untuk menghadapi materi-materi matematika pada tingkat pendidikan lanjutan. Depdiknas (Prihandoko, 2006: 21) menguraikan bahwa tujuan pembelajaran matematika yaitu melatih dan menumbuhkan cara berfikir sistematis, logis, kritis, kreatif, dan konsisten, serta mengembangkan perilaku gigih dan percaya diri dalam menuntaskan masalah.

Wakiman (2001: 4) mengemukakan bahwa tujuan pengajaran matematika di SD dibagi menjadi dua tujuan sebagai berikut.
  1. Tujuan umum, dalam tujuan umum matematika SD bertujuan biar siswa sanggup menghadapi perubahan keadaan, sanggup memakai matematika dan pola pikir matematika.
  2. Tujuan khusus, dalam tujuan khusus matetaika SD bertujuan menumbuhkan dan mengembangkan, keterampilan berhitung, menumbuhkan kemampuan siswa yang sanggup dialihgunakan, mengembangkan kemampuan dasar matematika sebagai bekal mencar ilmu di SMP, dan membentuk perilaku logis, kritis, kreatif, cermat serta disiplin.

Berdasarkan paparan di atas maka sanggup disimpulkan bahwa matematika bertujuan melatih dan menumbuhkan cara berfikir sistematis, logis, kritis, kreatif, dan konsisten untuk menghadapi materi-materi matematika pada tingkat lanjut, serta mengembangkan perilaku gigih dan percaya diri dalam menuntaskan masalah dan mempunyai nilai utama yang terkandung sehingga matematika bermanfaat dalam membentuk pola pikir siswa.

Ruang Lingkup Pelajaran Matematika di SD
Adapun ruang lingkup pelajaran matematika yaitu bilangan, geometri, dan pengukuran, serta pengolahan data. Kompetensi dalam bilangan ditekankan pada kemampuan melaksanakan dan memakai sifat operasi hitung bilangan dalam pemecahan masalah dan menaksir hasil operasi hitung.

Pengukuran dan geometri ditekankan pada kemampuan mengidentifikasi pengelolaan data dan bangun ruang serta menentukan keliling, luas, volume, dalam pemecahan masalah. Pengelolaan data ditekankan pada kemampuan mengumpulkan, menyajikan dan membaca data.

Pola Organisasi Materi Matematika SD dalam Kurikulum
Materi pada mata pelajaran matematika yang diberikan di semua tingkat pendidikan di Indonesia dimasukkan dalam kurikulum matematika. Hal ini berlaku juga pada matematika yang diberikan di pendidikan dasar terutama di Sekolah Dasar. Menurut Herman (2007), kurikulum matematika SD sanggup dibagi menjadi 3 kelompok besar, yaitu penanaman konsep dasar (penanaman konsep), pemahaman konsep, dan training keterampilan.

Penanaman konsep dasar (penanaman konsep), yaitu pembelajaran suatu konsep gres matematika ketika siswa belum pernah mempelajari konsep tersebut. Pembelajaran penanaman konsep dasar merupakan jembatng yang harus sanggup menghubungkan kemampuan kognitif siswa yang kongkret dengan konsep gres matematika abstrak.

Dalam kegiatan pembelajaran konsep dasar ini, media atau alat peraga diharapkan sanggup dipakai untuk membantu kemampuan pola pikir siswa. Dalam kurikulum, proses kegiatan ini dicirikan dengan kata “mengenal”.

Pada proses penanaman konsep dasar ini, sanggup dipakai media yang diketahui oleh siswa dan yang sering ditemui dalam kehidupan sehari-hari sehingga jembatan yang menghubungkan kemampuan kognitif siswa yang kongkret dengan matematika yang absurd sanggup efisien dan efektif serta siswa tidak mengalami kesulitan dalam melaksanakan penghubungan antara apa yang dimiliki dengan materi matematika.

Pemahaman konsep, yaitu pembelajaran lanjutan dari penanaman konsep, yang bertujuan biar siswa lebih memahami suatu konsep matematika. Pemahaman konsep tediri dari 2 pengertian, yaitu Pertama, merupakan kelanjutan dari pembelajaran penanaman konsep dalam satu pertemuan, dan kedua, pembelajaran pemahaman konsep dilakukan pada pertemuan yang berbeda, tetapi masih merupakan lanjutan dari penanaman konsep. Pada pertemuan berikutnya, penanaman konsep dianggap sudah disampaikan pada pertemuan sebelumnya, di semester atau kelas sebelumnya.

Pembinaan keterampilan, yaitu pembelajaran lanjutan dari penanaman konsep dan pemahaman konsep. Pembelajaran training keterampilan dalam memakai aneka macam konsep matematika. Pembinaan keterampilan terdiri dari 2 pengertian, yaitu Pertama, merupakan kelanjutan dari pembelajaran penanaman konsep dan pemahaman konsep dalam satu pertemuan,

Kedua, pembelajaran training keterampilan dilakukan pada pertemuan yang berbeda, masih merupakan lanjutan dari penanaman dan pemahaman konsep. Pada pertemuan tersebut, penanaman dan pemahaman konsep dianggap sudah disampaikan pada pertemuan sebelumnya di semester atau kelas sebelumnya.

Pembelajaran Matematika Masa Kini
Memahami teori wacana bagaimana orang mencar ilmu serta kemampuan menerapkannya dalam pengajaran matematika merupakan persyaratan penting untuk membuat proses pengajaran yang efektif. Berbagai studi wacana perkembangan intelektual insan telah menghasilkan sejumlah teori mencar ilmu yang sangat bervariasi.

Walaupun di antara para hebat psikologi, hebat teori belajar, dan para pendidik masih terdapat banyak perbedaan pemahaman wacana bagaimana orang mencar ilmu serta metoda paling efektif untuk terjadinya belajar, akan tetapi di antara mereka terdapat juga sejumlah kesepahaman.

Menurut Bell (1978, h.97), tiap teori sanggup dipandang sebagai suatu metoda untuk mengorganisasi serta mempelajari aneka macam variabel yang berkaitan dengan mencar ilmu dan perkembangan intelektual, dan dengan demikian guru sanggup menentukan serta menerapkan elemen-elemen teori tertentu dalam pelaksanaan pengajaran di kelas.

Bagaimana matematika seharusnya dipelajari? Pertanyaan ini nampaknya sederhana, akan tetapi memerlukan balasan yang tidak sederhana. Karena pandangan guru wacana proses mencar ilmu matematika sangat besar lengan berkuasa terhadap bagaimana mereka melaksanakan pembelajaran di kelas, maka mempelajari teori-teori yang berkaitan dengan mencar ilmu matematika harus menjadi prioritas bagi para pendidik matematika.

Gagasan wacana mencar ilmu bermakna yang dikemukakan oleh William Brownell pada awal pertengahan kala dua puluh merupakan pandangan gres dasar dari teori konstruktivisme. Menurut Brownell (dalam Reys, Suydam, Lindquist, & Smith, 1998), matematika sanggup dipandang sebagai suatu sistem yang terdiri atas ide, prinsip, dan proses sehingga keterkaitan antar aspek-aspek tersebut harus dibangun dengan pemfokusan bukan pada memori atau hapalan melainkan pada aspek kecerdikan budi atau intelegensi anak.

Selanjutnya Reys dkk. (1998) menambahkan bahwa matematika itu haruslah make sense. Jika matematika disajikan kepada anak dengan cara yang demikian, maka konsep yang dipelajari menjadi punya arti; dipahami sebagai suatu disiplin yang terurut, terstruktur, dan mempunyai keterkaitan satu dengan lainnya; serta diperoleh melalui proses pemecahan masalah yang bervariasi.

Dalam NCTM Standards (1989) mencar ilmu bermakna merupakan landasan utama untuk terbentuknya mathematical connections.

Untuk terbentuknya kemampuan koneksi matematik tersebut, dalam NCTM Standards (2000) dijelaskan bahwa pembelajaran matematika harus diarahkan pada pengembangan kemampuan berikut: (1) memperhatikan serta memakai koneksi matematik antar aneka macam pandangan gres matematik, (2) memahami bagaimana ide-ide matematik saling terkait satu dengan lainnya sehingga terbangun pemahaman menyeluruh, dan (3) memperhatikan serta memakai matematika dalam konteks di luar matematika.

Selain Brownell, ahli-ahli lain ibarat Piaget, Bruner, dan Dienes mempunyai bantuan yang signifikan terhadap perkembangan konstruktivisme. Berdasarkan pandangan ini, pengetahuan matematika dibuat melalui tiga prinsip dasar berikut ini.
  1. Pengetahuan tidak diterima secara pasif. Pengetahuan dibuat atau ditemukan secara aktif oleh anak. Seperti disarankan Piaget bahwa pengetahuan matematika sebaiknya dikonstruksi oleh anak sendiri bukan diberikan dalam bentuk jadi.
  2. Anak mengkonstruksi pengetahuan matematika gres melalui refleksi terhadap aksi-aksi yang dilakukan baik yang bersifat fisik maupun mental. Mereka melaksanakan observasi untuk menemukan keterkaitan dan pola, serta membentuk generalisasi dan abstraksi (Dienes, 1969, h.181).
  3. Bruner (dalam Reys dkk., 1998, h. 19) berpandangan bahwa belajar, merefleksikan suatu proses sosial yang di dalamnya anak terlibat dalam obrolan dan diskusi baik dengan diri mereka sendiri maupun orang lain termasuk guru sehingga mereka berkembang secara intelektual. Prinsip ini intinya menyarankan bahwa anak sebaiknya tidak hanya terlibat dalam manipulasi material, pencarian pola, inovasi algoritma, dan menghasilkan solusi yang berbeda, akan tetapi juga dalam mengkomunikasikan hasil observasi mereka, membicarakan adanya keterkaitan, menjelaskan mekanisme yang mereka gunakan, serta memperlihatkan argumentasi atas hasil yang mereka peroleh.

Jelaslah bahwa prinsip-prinsip di atas mempunyai implikasi yang signifikan terhadap pembelajaran matematika. Prinsip-prinsip tersebut juga mengindikasikan bahwa konstruktivisme merupakan suatu proses yang memerlukan waktu serta merefleksikan adanya sejumlah tahapan perkembangan dalam memahami konsep-konsep matematika.

Menurut Vygotsky (dalam John dan Thornton, 1993), proses peningkatan pemahaman pada diri siswa terjadi sebagai akhir adanya pembelajaran. Diskusi yang dilakukan antara guru-siswa dalam pembelajaran, mengilustrasikan bahwa interaksi sosial yang berupa diskusi ternyata bisa memperlihatkan kesempatan pada siswa untuk mengoptimalkan proses belajarnya.

Interaksi ibarat itu memungkinkan guru dan siswa untuk menyebarkan dan memodifikasi cara berfikir masing-masing. Selain itu terdapat juga kemungkinan bagi sebagian siswa untuk menampilkan argumentasi mereka sendiri serta bagi siswa lainnya memperoleh kesempatan untuk mencoba menangkap pola berfikir siswa lainnya.

Episode ibarat ini, diyakini akan sanggup meningkatkan pengetahuan serta pemahaman wacana obyek yang dipelajari dari tahap sebelumnya ke tahapan yang lebih tinggi. Proses yang bisa menjembatani siswa pada tahapan mencar ilmu yang lebih tinggi ibarat ini berdasarkan Vygotsky (1978) disebut sebagai zone of proximal development (ZPD).

Menurut Vygotsky, mencar ilmu sanggup membangkitkan aneka macam proses mental tersimpan yang hanya bisa dioperasikan manakala seseorang berinteraksi dengan orang cukup umur atau berkolaborasi dengan sesama teman.

Pengembangan kemampuan yang diperoleh melalui proses mencar ilmu sendiri (tanpa proteksi orang lain) pada ketika melaksanakan pemecahan masalah disebut sebagai actual development, sedangkan perkembangan yang terjadi sebagai akhir adanya interaksi dengan guru atau siswa lain yang mempunyai kemampuan lebih tinggi disebut potential development.  

Zone of proximal development selanjutnya diartikan sebagai jarak antara actual development dan potential development.

Vygotsky (dalam John dan Thornton, 1993) selanjutnya menjelaskan bahwa proses mencar ilmu terjadi pada dua tahap: tahap pertama terjadi pada ketika berkolaborasi dengan orang lain, dan tahap berikutnya dilakukan secara individual yang di dalamnya terjadi proses internalisasi.

Selama proses interaksi terjadi baik antara guru-siswa maupun antar siswa, kemampuan berikut ini perlu dikembangkan: saling menghargai, menguji kebenaran pernyataan fihak lain, bernegosiasi, dan saling mengadopsi pendapat yang berkembang.

Selain adanya tahapan perkembangan dalam memahami konsep-konsep matematika, terdapat juga tahapan perkembangan dalam kaitannya dengan intelektual atau kognitif anak ibarat yang dikemukakan oleh Piaget, Bruner, dan Dienes. Sekalipun tahapan perkembangan yang dikemukakan oleh mereka masing-masing berbeda, akan tetapi kerangka dasar yang dikemukakan ketiganya pada prinsipnya yaitu sama.

Menurut Piaget perkembangan intelektual anak meliputi empat tahapan yaitu sensori motor, preoperasi, operasi kongkrit, dan operasi formal. Selain itu, Piaget (dalam Bell, 1978) juga menyatakan bahwa perkembangan intelektual anak merupakan suatu proses asimilasi dan fasilitas informasi ke dalam struktur mental.

Asimilasi yaitu suatu proses dimana informasi atau pengalaman yang diperoleh seseorang masuk ke dalam struktur mentalnya, sedangkan fasilitas yaitu terjadinya restrukturisasi dalam otak sebagai akhir adanya informasi atau pengalaman baru.

Piaget selanjutnya menjelaskan bahwa perkembangan mental seseorang sanggup dipengaruhi oleh beberapa faktor yakni kematangan, pengalaman fisik, pengalaman matematis-logis, transmisi sosial (interaksi sosial), dan keseimbangan.

Bruner mengemukakan bahwa perkembangan intelektual anak itu meliputi tiga tahapan yaitu enaktif, ikonik, dan simbolik. Pada tahap enaktif, anak biasanya sudah bisa melaksanakan manipulasi, konstruksi, serta penyusunan dengan memanfaatkan benda-benda kongkrit.

Pada tahap ikonik, anak sudah bisa berfikir representatif yakni dengan memakai gambar atau turus. Pada tahap ini mereka sudah bisa berfikir verbal yang didasarkan pada representasi benda-benda kongkrit. Selanjutnya pada tahap simbolik, anak sudah mempunyai kemampuan untuk berfikir atau melaksanakan manipulasi dengan memakai simbol-simbol.

Sementara itu Dienes berpandangan bahwa mencar ilmu matematika itu meliputi lima tahapan yaitu bermain bebas, generalisasi, representasi, simbolisasi, dan formalisasi. Pada tahap bermain bebas anak biasanya berinteraksi eksklusif dengan benda-benda kongkrit sebagai kepingan dari acara belajarnya.

Pada tahap berikutnya, generalisasi, anak sudah mempunyai kemampuan untuk mengobservasi pola, keteraturan, dan sifat yang dimiliki bersama. Pada tahap representasi, anak mempunyai kemampuan untuk melaksanakan proses berfikir dengan memakai representasi obyek-obyek tertentu dalam bentuk gambar atau turus.

Tahap simbolisasi, yaitu suatu tahapan dimana anak sudah mempunyai kemampuan untuk memakai simbol-simbol matematik dalam proses berfikirnya. Sedangkan tahap formalisasi, yaitu suatu tahap dimana anak sudah mempunyai kemampuan untuk memandang matematika sebagai suatu sistem yang terstruktur.

Berdasarkan pandangan yang dikemukakan oleh Piaget, Bruner, dan Dienes di atas, sanggup diperoleh hal-hal berikut ini.
  1. Anak sanggup secara aktif terlibat dalam proses mencar ilmu dan kesempatan untuk mengemukakan ide-ide mereka merupakan hal yang sangat esensial dalam proses tersebut.
  2. Terdapat sejumlah karakteristik dan tahapan berfikir yang teridentifikasi dan sanggup dipastikan bahwa anak melalui tahapan-tahapan tersebut.
  3. Belajar bergerak dari tahapan yang bersifat kongkrit ke tahapan lain yang lebih abstrak.
  4. Kemampuan untuk memakai simbol serta representasi formal secara alamiah berkembang mulai dari tahapan yang lebih kongkrit.
Pengajaran yang efektif antara lain ditandai dengan keberhasilan anak dalam belajar. Dengan demikian untuk berhasilnya pengajaran matematika, pertimbangan-pertimbangan wacana bagaimana anak mencar ilmu merupakan langkah awal yang harus diperhatikan.

Dalam upaya untuk melaksanakan hal tersebut, diharapkan beberapa prinsip dasar ibarat yang akan dibahas di bawah ini. Prinsip-prinsip tersebut merupakan implikasi dari teori mencar ilmu yang telah dikemukakan sebelumnya.

Kegunaan Matematika
Matematika dipakai insan untuk memecahkan masalahnya dalam kehidupan sehari-hari.
Contoh :
  1. Memecahkan duduk kasus dunia nyata
  2. Mengadakan transaksi jual beli, maka insan memerlukan proses perhitungan matematika yang berkaitan dengan bilangan dan operasi hitungnya
  3. Menghitung luas daerah
  4. Menghitung jarak yang ditempuh dari suatu tempat ke tempat yang lain
  5. Menghitung laju kecepatan kendaraan

A.Cahya Prihandoko. (2006).  Memahami Konsep Matematika secara Benar dan Menyajikannya dengan Menarik.  Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Depdiknas.

Ahmadi, Abu dan Widodo Supriyono. (1991). Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta.

Erman Suherman, dkk. (2003). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: UPI.

Depdiknas. 2006. Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 wacana Standar Isi Sekolah Dasar. Jakarta: Depdiknas.

Ruseffendi E. T. (1991).  Pengantar  Kepada  Membantu  Guru  Mengembangkan Kompetensinya  dalam  Pengajaran  Matematika  untuk  Meningkatkan CBSA, Tarsito, Bandung.

T. Wakiman. (2001).  Alat Peraga Pendidikan Matematika I. Yogyakarta: FIP UNY

Komentar

Postingan populer dari blog ini

History Of Psychology Of Religion

Model Pembelajaran Think Pair Share

Profesi Dalam Bidang Pendidikan