Teori Perkembangan Psikoanalisis (Freud Dan Erikson)

Teori Pendekatan Psikoanalisis Oleh Freud dan Erikson Dalam Perkembangan Psikologi Manusia
Teori Freud
Freud melihat perkembangan sebagai suatu rangkaian konflik yang bertalian dengan usia antara keinginan primitive danhedonistik anak dan pembatasan yangdipaksanakan kepada mereka oleh masyarakat demi kehidupan bersama.

Tiga struktur kepribadian yang terpisah merupakan motor dari konflik tersebut yaitu id, ego, dan superego.

Id adalah suatu wilayah bawah sadar dimana instink-instink primordial berada. Ego adalah mencerminkan realitas dan mengarahkan id pada pemenuhannya yang sesuai dengan cara-cara yang realistis, pantas,dan bebas dari hukuman. Superego mencerminkan standard tabiat kemanusiaan dan membatasi gratifikasi keinginan baik yang  berbasis ego maupun id yang tidak sesuai dengan kebaikan masyarakat secara umum. Proses konflik tersebut mucul dalam tahap-tahap di bawah ini.

a. Tahap oral
Tahap ini terjadi pada bayi ˂ 1tahun. Letak kesenangan bayi   adalah pada mulutnya. Id merupakan struktur kepribadian yang paling mayoritas pada masa ini. Anak belum bisa membedakan antara dunianya dengan dunia di luar dirinya.

Tetapi lantaran tidak setiap kebutuhan bayi selalu dipenuhi secara langsungdan memuaskan, ego mulai berkembang sebagaitoleransi untuk penundaan sementara gratifikasi. Perkembangan ego dielaborasi selama memulai periode makan bubur.

Freud berargumentasi bahwa konflik ini tak terelakan. Orang renta sanggup mengintensifikasi/ memperdalam konflik ini entah dengan menambah fustrasi atau menambah gratifikasi (pemberian hadiah) contohnya dengan memberi susu atau asi hingga usia 1 atau 2 tahun.

Freud menyatakan bahwa intensifikasi konflik tahap oral yang demikian mengarah pada fiksasi dan suatu kepribadian oral dimana seseorang memperlihatkan perhatian yang lebih kepada hal-hal yang berkaitan dengan mulut, menyerupai gangguan makan.

b. Tahap anal
Tahap ini terjadi pada usia satu hingga tiga tahun. Fokus dari kesenangan berpindah ke wilayah anus dan konflik bawah sadar antara kontrol orang renta melalui “toilet training” dan keinginan narsistik bayi yang mulai berlatih berjalan untuk menahan rangsangan.

Entah fustrasi atau gratifikasi yang berlebih selama toilet training akan memperdalam konflik dan secara potensial mengarah ke suatu fiksasi anal dan tabiat menyerupai tidak memperhatikan kebersihan (messiness), membangkan (stubbornness), dan tamak.

c. Tahap phallic
Tahap initerjadi pada anak 4 – 6 tahun. Letak kesenangan pada tahap ini yaitu pada kawasan kelamin (genital). Pada fase ini, perkembangan utama yang melahirkan konflik yaitu drama alam bawah sadar akan dorongan hastrat sexual (lust) dan cinta terhadap orang renta lawan jenisnya dan kecemburuan terhadap orang renta yang homogen dengannya.

Konflik ini disebut oedipal untuk anak pria dan Electra untuk anak wanita yang membuat kecemasan bawah sadar yang intens akan incest. Resolusi dicapai ketika seorang anak mengidentifikasikan dirinya secara psikologis dengan orang renta yang homogen kelamin dengannya, dan berjuang untuk  memalsukan orangtuanya dalam semua cara atau aspek.

Kesadaran dan kiprah sex didapatkan melalui identifikasi. Anak-anak mencoba menjadi menyerupai orang tuanya dengan cara mencar ilmu mengkopi kiprah orang renta yang sebelumnya menjadi menjadi rival bawah sadar mereka.

d. Periode laten
Periode latensi terjadi pada rentang usia 6 – 12 tahun. Pada tahap ini, Freud yakin bahwa perkembangan psiko seksual memasuki periode konsolidasi. Tidak ada konflik dramatic gres atau tantangan perkembangan yang dilihat muncul pada periode ini.

Sebaliknya, anak masuk dalam suatu kelompok bermain sebaya yang homogen di sekolah dan telibat secara produktif dalam bermain dan mencar ilmu akademis. Ego dan superego mengarahkan penguasaan keterampilan pemecahan persoalan dan  etika.

e. Tahap genital
Kematangan alat-alat reproduktif  biologis mengatar pada konfik terkahir dalam teori Freud, lantaran prosedur pemecahan konflik yang berkembang selama masa oral, anal, dan phallic tidak cukup untuk  menangani kekuatan besar dari hasrat seksual yang sudah matang.

Jika konflik selama masa genital diselesaikan secara baik, remaja akan memperoleh kemampuan kreativitas produktif dan gaya atau tipe cinta yang orisinil dan matang.

Evaluasi kontemporer terhadap teori Freud
Teori Freud telah memainkan kiprah utama dalam pertumbuhan psikologi perkembangan modern dalam sekurang-kurangnya tiga cara: Pertama, teori ini telah menginspirasi teori-teori cabangnya yang masih sangat banyak digunakan untuk menjelaskan temuan penelitian di kala 21 ini menyerupai teori Erikson dan Albert Bandura.

Kedua, donasi teori psikoanalisis Freud terhadap disiplin psikologi secara khusus melalui introduksinya terhadap konsep pikiran bawah sadar. Ketiga, freudmenjadi orang yang memelopori pemahaman akan perkembangan sepanjang hayat sebagai proses permerolehan secara kualitatif yang sanggup diprediksi dalam hal kepribadian, kekuatan, organisasi dan kompleksitas bersama sejumlah ide-ide yang lebih spesifik perihal anak-anak, remaja, dan orang remaja yang tetap inspirasional remaja ini.


Teori Erikson
Erikson merupakan murid Freud dan Anna (anak Freud) tetapi dalam teori terakhirnya berbeda posisi dari psikoanalisis klasik Freud dengan mengurangni atau memperkecil makna seksualitas bawah sadar.

Erikson memperlihatkan makna lebih akan dampak lingkungan sosiokultural. Bagi Erikson, konflik dialektis merupakan prosedur dasar dari suatu perkembangan, pendefinisiantahap-tahap pertumbuhan kepribadian. 

Namun demikian, jika Freud memakai konsep energy sex (libido) sebagai  tema dasar yang mempersatukan, Erikson membuat istilah epigenesist (daur hidup) untuk mengggambarkan apa yang beliau amati sebagai suatu halyang biasa untuk semua konflik dan perubahan perkembangan yang muncul pada tahap-tahap yang berbeda daru suatu kehidupan.

Konsep epigenesist ini menyatakan bahwa segala sesuatu yang tumbuh mempunyai awal mula atau rencana dasar (ground plan) dan bahwa dari rencana dasar ini bagian-bagian telah bermunculan untuk membentuk suatu fungsi keseluruhan. Dalam pertumbuhan psikologis,  rencana dasar epigenetic me
munculkan suatu seri 8 konflik potensial, masing-masing dengan dua wajah yang kontrdiktoris.

a. Basic trust vs mistrust ( ˂ 1 tahun)
Kualitas dari perhatian orang renta yangditerima bayi selama tahap kepercayaan (trust) mengarah pada konflik dan kepada resolusinya sebagai suatu kompromi realistis antara keyakinan buta (blind faith)terhahap pemberi perhatian utama (primary caregiver) sebagai sumber kesenangan pokok dan suatu penerimaan akan perasaan sakit lantaran penundaan dan fustrasi.

Hasil dari resolusi yang memuaskan membawa kepada bayi kekuatan psikologis pertama mereka yang disebut keinginan dan yang mana akan menjadi watu penjuruatau pijakan utama bagi semua bentuk manifestasi keyakinan di kemudian hari.

b. Autonomy vs shame and doubt (1 – 3 tahun)
Pada tahap ini, bawah umur memperoleh makna mengenai otonomi atau kebebasan (interdependence) ketika mereka mengeksplorasi lingkungannya danberinteraksi dengan yang lain. Perasaan aib dan ragu dihasilkan dari ketidaksetujuan oranglain akan kegiatan social dan eksploratif awal anak.

Resolusi konflik yang memuaskan antara aib dan penyataan diri (self-assertion) melampaui atau mengangkat keduanya sehinggaanak mempunyai pemahaman akan tanggung jawab dalam batasan peraturan dan kebiasaan. Terlalu banyak otonomi, dibandingkan dengan rasa aib menghasilkan anak yang tidak terkontrol dan menyimpang. Terlalu banyak rasa aib menghasilkan anak yang terlalu canggung dan menjadi seorang konfomist yang kompulsif.

c. Initiative vs guilt (4 – 5 tahun)
Anak-anak pada tahap ini sangat aktif mengeksplorasi dunia dan sementara orang renta mendorong keberanian untuk melaksanakan kegiatan konstruktif, mereka juga mereka juga membatasi sikap buruk, yang mengarah pada perasaan tanggung jawab personal dan perasaan bersalah.

Seperti pada tahap-tahap awal kepribadian yang matang bertumbuh dari keseimbangan dalam hal ini antara inisiatif impulsif yang mengalir bebas dan pembatasa sadar melalui perasaan bersalah.

Hasilnya yaitu keberanian untuk berimajinasi atau membayangkan dan mengejar tujuan yang bernilai dan sanggup dicapai,diarahkanoleh kesadaran dan bukan oleh perasaan bersalah yang melemahkan dan perasaan takut akan hukuman.

d. Industry vs inferiority (6 – 11 tahun)
Ketika siswa masuk sekolah, kehidupan mereka mengikuti keadaan untuk bekerja keras dalam ruang kelas. Evaluasiakademis yang kompetitif memupuk perasaan superioritas atau inferioritas.

Pada masyarakat barat, undangan sekolah untuk bekerja keras dan mencapai sukses  juga diperluas hingga ke kegiatan di luar sekolah sehingga bermain mengambil bentuk gres menyerupai olah raga kompetitif, seni yang dievaluasisecara public, dan sebagainya.

Konflik pada tahap ini adlah antara kesenangan bekerja dengan perasaan akan kekuasaan yang tak terbatas yangdihasilkannya dan perasaan tidak bisa atau incompeten dan inferioritas yang mengkin merupakan hasil dari pembandingan yang sesuai dari hasil karya seorang anak dengan anak lainnya.

Resolusi yang memuaskan membutuhkan perkembangan kemampuan kolaborasi dengan orang lain sehingga anak sanggup secara bebas dan sukses melatih kompetensi unik mereka masing-masing dalam mengkontribusi terhadap hasil karya yang lebih besar.

e. Identity vs role confusion (12 – 18 tahun)
Menurut Erikson, kiprah utama perkembangan masa remaja yaitu menemukan identitas, mendefinisikan makna diri secara komprehensif (identitas).

Masalah identitas ini semakin bertambah pada era masyarakat kontemporer ini dengan alternative kiprah yang ada semakin banyak dan dengan adannya inkonsistensi satu sama lain dan dengan tradisi masa lampau.

Resolusi yang memuaskan dari konflik ini akan mendorong perkembangan konsep diri yang utuh yang menyatukan banyak sekali aspek dari kehidupanindividual di masa lampau dan membentuk arah bagi pertumbuhan personal selanjutnya dan donasi yang produktif terhadap masyarakat.

f. Intimacy vs isolation (masa remaja awal)
Sekali orang muda mendapat identitasnya,mereka sudah siap memutuskan untuk memakai konsep diri gres tersebut untuk membangun kekerabatan dengan pribadi yang lain. Hasil dari integrasi ini sanggup berupa suatu bentuk identitas gres menyerupai sebagai sebuah pasangan yang mana meliputi dan melampaui identitas partikuler masing-masing partner.

Ada dua resiko: (1) menolak untuk membuat komitmen yang bertahan usang (2) membenamkan identitas diri yang lemah kepada identitas pasangan yang besar lengan berkuasa yangmengarah pada kehilangan diri. Resolusi yang berhasil menghasilkan cinta yang matang yang bersifat saling melengkapi, saling mendukung dan berkorban.

g. Generativity vs self-absorption (masa remaja tengah)
Krisis yang terjadi pada masa ini berkaitan dengan pencapaian kebermaknaan secara social atau penciptaan sesuatu yang akan berlanjut melampaui batas tertentu dari rentangan masa remaja seseorang untuk mensugesti generasi selanjutnya.

Ciri generativitas yaitu perhatian terhadap apa yang dihasilkan (keturunan, ide-ide, produk-produk, dsb). Perhatian terhadap pembentukan dan penetapan aliran untuk generasi-generasi mendatang. Nilai pemeliharaaan (care) berkembang dalam tahap ini.

Pemeliharaan terungkap lewat kepedulian pada orang lain, pemeliharaan anak, meneladani, dsb. Generativitas yang lemah/tidak diungkapkan akan menumbuhkan pemunduran dan pemiskinan, mendorong  munculnya stagnasi. Ritualisasi tahap ini yaitu sesuatu yang generasional, peranan-peranan orang remaja sebagai penerus nilai-nilai ideal.

Pada masa ini, salah satu kiprah untuk dicapai ialah dengan mengabdikan diri guna mendapat keseimbangan antara sifat melahirkan sesuatu (generativitas) dengan tidak berbuat apa-apa (stagnasi). Generativitas yaitu ekspansi cinta ke masa depan.

Sifat ini yaitu kepedulian terhadap generasi yang akan datang. Melalui generativitas akan sanggup dicerminkan sikap memperdulikan orang lain. Pemahaman ini sangat jauh berbeda dengan arti kata stagnasi yaitu pemujaan terhadap diri sendiri dan sikap yang sanggup digambarkan dalam stagnasi ini yaitu tidak perduli terhadap siapapun.

h. Integrity vs despair
Seseorang yang berada pada fase ini akan melihat kembali (flash back) kehidupan yang telah mereka jalani dan berusaha untuk menuntaskan permasalahan yang sebelumnya belum terselesaikan.   Penerimaan terhadap prestasi, kegagalan, dan keterbatasan yaitu hal utama yang membawa dalam sebuah kesadaran bahwa hidup seseorang yaitu tanggung jawabnya sendiri.

Orang yang berhasil melewati tahap ini, berarti ia sanggup mencerminkan keberhasilan dan kegagalan yang pernah dialami. Individu ini akan mencapai kebijaksaan, meskipun ketika menghadapi kematian. Keputusasaan sanggup terjadi pada orang-orang yang meratapi cara mereka dalam menjalani hidup atau bagaimana kehidupan mereka telah berubah.

Peterson, Candida C. (2014). Looking Forward through The Lifespan Developmental Psychlogogi 6th Edition. Australia : Pearson.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

History Of Psychology Of Religion

Media Pembelajaran Berbasis Ict

Model Pembelajaran Think Pair Share