Konsep Pendidikan Yang Berkarakter


Konsep Dasar Pendidikan Karakter 
 
Kata karakter (Inggris: character) secara etimologis berasal dari bahasa Yunani, yaitu charassein yang berarti “to engrave” (Ryan and Bohlin, 1999: 5). Kata “toengrave” bisa diterjemahkan mengukir, melukis, memahatkan, atau menggoreskan  (Echols dan Shadily, 1995: 214). Dalam Kamus Bahasa Indonesia kata “karakter” diartikan dengan tabiat, sifat-sifat kejiwaan, budpekerti atau kecerdikan pekerti yang membedakan seseorang dengan yang lain, dan watak. Karakter juga bisa berarti huruf, angka, simbul khusus yang sanggup dimunculkan pada layar dengan papan ketik (Pusat Bahasa Depdiknas, 2008: 682). Orang berkarakter berarti orang yang berkepribadian, berperilaku, bersifat, bertabiat, atau berwatak. Dengan makna menyerupai itu berarti karakter identik dengan akhlak.

Secara terminologis karakter yaitu “A reliable inner disposition to respond to situations in a morally good way.” Selanjutnya Lickona menambahkan, “Character so conceived has three interrelated parts: moral knowing, moral feeling, and moral behavior” (Lickona, 1991: 51). Menurut Lickona, karakter mulia (good character) mencakup pengetahuan wacana kebaikan (moral khowing), kemudian menjadikan komitmen (niat) terhadap kebaikan (moral feeling), dan jadinya benar-benar melaksanakan kebaikan.


Kata karakter dalam pendidikan islam disebut dengan akhlak, yaitu kata  yang berasal dari bahasa Arab akhlaq yang mempunyai arti perangai, tabiat,dan kebiasaan. Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya saya hanya diutus untuk menyempurnakan budpekerti yang mulia”. (HR. Ahmad). Sedangkan dalam al-Quran hanya ditemukan bentuk tunggal dari akhlaq yaitu khuluq. Allah menegaskan, “Dan sebenarnya kau benar-benar berbudi pekerti yang agung.” (QS. al-Qalam ayat 4). Khuluq merupakan perumpaan dari prilaku  manusia yang membedakan baik dan buruk, disenangi dan dipilih yang baik untuk dipraktikkan dalam perbuatan, sedang yang jelek dibenci dan dihilangkan (Ainain, 985: 186). Kata yang setara dengan budpekerti yaitu moral dan etika.

Kata-kata ini sering disejajarkan dengan kecerdikan pekerti, tata susila, tata krama atau sopan santun (Faisal Ismail, 1998: 178). secara konseptual kata etika dan moral mempunyai pengertian yang sama, kedua kata tersebut membicarakan wacana perbuatan dan sikap insan dilihat dari sudut pandang nilai baik dan buruk. Akan tetapi dalam aplikasinya etika lebih bersifat teoritis filosofis sebagai contoh untuk mengkaji sistem nilai, sedangkan moral bersifat simpel sebagai tolak ukur untuk menilai suatu perbuatan yang dilakukan oleh seseorang (Muka Sa’id, 1980: 23-24). 

Karakter identik dengan akhlak, karakter merupakan nilai sikap insan yang bersifat universal yang mencakup seluruh acara manusia, baik dalam rangka berafiliasi dengan Tuhannya, dengan dirinya, dengan sesama manusia, maupun dengan lingkungannya, yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata karma, budaya, dan budbahasa istiadat. Dari konsep karakter ini muncul konsep pendidikan karakter (character education). Ahmad Amin menjadikan kehendak (niat) sebagai awal terjadinya budpekerti (karakter) pada diri seseorang, bila kehendak itu diwujudkan dalam bentuk adaptasi sikap dan sikap (Ahmad Amin, 1995: 62).Melalui buku-bukunya, Thomas Lickona menyadarkan dunia Barat akan pentingnya pendidikan karakter. Pendidikan karakter berdasarkan Lickona mengandung tiga unsur pokok, yaitu mengetahui kebaikan (knowing the good), menyayangi kebaikan (desiring the good), dan melaksanakan kebaikan (doing the good) (Lickona, 1991: 51). Frye mendefinisikan pendidikan karakter sebagai, “A national movement creating schools that foster ethical, responsible, and caring young people by modeling and teaching good character through an emphasis on universal values that we all share” (Frye, 2002: 2).
Jadi, pendidikan karakter harus menjadi gerakan nasional yang menjadikan sekolah sebagai distributor untuk membangun karakter siswa melalui pembelajaran dan pemodelan. Melalui pendidikan karakter, sekolah harus berpretensi untuk membawa penerima didik mempunyai nilai-nilai karakter mulia menyerupai hormat dan peduli pada orang lain, tanggung jawab, mempunyai integritas, dan disiplin. Di sisi lain pendidikan karakter juga harus bisa menjauhkan penerima didik dari sikap dan sikap yang tercela dan dilarang.

Dalam al-Quran ditemukan berbagai pokok-pokok keutamaan karakter atau budpekerti yang sanggup dipakai untuk membedakan sikap seorang Muslim, menyerupai perintah berbuat kebaikan (ihsan) dan kebajikan (al-birr), menepati kesepakatan (al-wafa), sabar, jujur, takut pada Allah Swt., berinfak di jalan Allah, berbuat adil, dan pemaaf (QS.al-Qashash ayat 77,QS. al-Baqarah ayat,  177, QS. al-Muminun ayat 1–11, QS. al-Nur ayat: 37, QS. al-Furqan ayat: 35–37; QS. al-Fath ayat: 39; dan QS. Ali ‘Imran ayat: 134).

Komentar

Postingan populer dari blog ini

History Of Psychology Of Religion

Media Pembelajaran Berbasis Ict

Model Pembelajaran Think Pair Share