Perkembangan Perilaku Beragama Pada Masa Dewasa

Perkembangan Jiwa Beragama Pada Masa Dewasa

ilmu jiwa agama 

Perkembangan Jiwa Beragama Pada Masa Dewasa: Sebagai individu yang sudah tergolong sampaumur kiprah dan tanggung jawabnya tentu makin bertambah besar, tak lagi harus bergantung secara ekonomis,sosiologis,ataupun psikologis pada orang  tuanya.mereka harus merasa tertantang untuk membuktikan dirinya sebagai seorang pribadi sampaumur yang mandiri. aneka macam pengalaman baik yang berhasil maupun yang gagal dalam menghadapi suatu duduk masalah akan sanggup dijadikan pelajaran berharga guna membentuk seorang pribadi yang matang,tangguh,bertanggung jawab terhadap masa depannya, secara fisik,seorang sampaumur muda menampilkan profil yang tepat dalam arti bahwa pertumbuhan dan perkembangan aspek-aspek fisiologis telah mencapai posisi punca. mereka mempunyai daya tahan dan taraf kesehatan yang prima sehingga dalam melaksanakan aneka macam aktivitas tanpa inisiatif,kreatif,energik,cepat,dan proaktif.
Perkembangan Jiwa Beragama Pada Masa Dewasa: Sebagai final dari masa remaja yaitu masa dewasa, atau ada juga yang menyebutnya masa adolesen. Ketika mereka meginjak dewasa, pada umumnya mempunyai sikap menemukan pribadinya, memilih cita-citanya menggariskan jalan hidupnya ,bertanggung jawab, menghimpun norma-norma sendiri. Secara umum mereka yang tergolong sampaumur yang berusia 20 s/d 40 tahun, sebelum memasuki masa ini seorang remaja terlebih dulu berada pada tahap ambang sampaumur atau masa remaja final yang lazimnya berlangsung 21 atau 22 tahun. [1]   Dewasa muda termasuk masa transisi,baik secara fisik (psysically trantition) , transisi secara intelektual (cognitive trantition) serta transisi kiprah sosial (social role trantition) Sikap keberagamaan pada orang dewasa mempunyai perspektif yang luas didasarkan atas nilai-nilai yang dipilihnya. Selain itu, sikap keberagamaan ini umumnya juga dilandasi oleh pendalaman pengartian dan ekspansi pemahaman perihal pedoman agama yang dianutnya. Beragama bagi orangdewasa sudah merupakan sikap hidup dan bukan sekedar ikut-ikutan.

Jiwa Beragama Pada Masa Dewasa

Perkembangan Jiwa Beragama Pada Masa Dewasa: Istilah dewasa berasal dari kata latin yaitu adults yang berarti telah tumbuh menjadi kekuatan dan ukuran yang tepat atau telah menjadi dewasa. Oleh lantaran itu, orang sampaumur yaitu individu yang telah menuntaskan pertumbuhannya dan telah siap mendapatkan kedudukan dalam masyarakat bersamaan dengan orang sampaumur lainya. Usia sampaumur yaitu usia ketenangan jiwa, ketetapan hati dan keimanan yang tegas. Masa sampaumur berdasarkan konsep Islam yaitu fase dimana seseorang telah mempunyai tingkat kesadaran dan kecerdasan emosional, moral, spiritual dan agama secara mendalam. Saat telah menginjak usia sampaumur terlihat adanya kematangan jiwa mereka; “Saya hidup dan saya tahu untuk apa,” menggambarkan bahwa di usia sampaumur orang sudah mempunyai tanggung jawab serta sudah menyadari makna hidup.[2] Dengan kata lain, orang sampaumur berusaha mencari nilai-nilai yang akan dipilihnya dan berusaha untuk mempertahankan nilai-nilai yang dipilihnya.
Perkembangan Jiwa Beragama Pada Masa Dewasa: Secara sederhana bahwa seseorang yang sanggup dikatakan sampaumur ialah apabila telah tepat pertumbuhan fisiknya dan mencapai kematangan psikologis sehingga bisa hidup dan berperan bahu-membahu orang sampaumur lainya. Dalam kebudayaan Amerika, seorang anak dipandang belum mencapai status sampaumur bila ia belum mencapai usia 21 tahun. Sementara itu dalam kebudayaan Indonesia, seseorang dianggap resmi mencapai status sampaumur apabila sudah menikah, meskipun usianya belum mencapai 21 tahun. psikolog tetapkan sekitar usia 20 tahun sebagai awal masa sampaumur dan berlangsung hingga sekitar usia 40-45 tahun.

Jiwa Beragama Pada Masa Dewasa

Ciri-ciri Manusia Dewasa
Dilihat dari pandangan psikologis, maka orang yang sampaumur mempunyai ciri-ciri kematangan yang mengacu kepada sikap bertanggung jawab. Ciri-ciri pada orang yang sampaumur sanggup dibagi menjadi 3 penggalan yaitu: Dewasa secara fisik; Di mana organ-organ reproduksi telah berfungsi secara optimal yang ditandai dengan reproduksi sperma yang baik pada laki-laki dan reproduksi sel telur yang menandai pada wanita. Selain perkembangan sel-sel otot tubuh yang membuktikan sekaligus yang membedakan laki-laki dan wanita.
Dewasa secara psikologis; Ini ditandai dengan kemampuan untuk menuntaskan duduk masalah dan konflik-konflik yang terjadi dalam kehidupan. Dewasa secara sosial ekonomi

Nampak  dalam kemampuan seseorang untuk mandiri, membiayai kebutuhan hidup sendiri dan menangani aneka macam hal dengan kemampuan sendiri. Kedewasaan juga sanggup dilihat dari beberapa kemampuan seperti: Kemampuan mengenali dan mendapatkan diri sendiri, Kemampuan mendapatkan keberadaan orang lain, Kemampuan mengarahkan kehidupan dengan orang lain, Kemampuan berpikir dan bertindak mandiri, menyuruh dan melarang diri sendiri mengetahui  tugas dan tanggung jawabnya, serta bisa membedakan mana yang baik dan mana yang benar.
Setiap kebudayaan memuat pembedaan usia kapan seseorang mencapai status sampaumur secara resmi. Masa sampaumur sanggup dikatakan sebagai masa yang paling usang dalam rentang hidup. Selama masa yang panjang ini, perubahan fisik dan psikologis terjadi pada waktu-waktu yang sanggup diramalkan yang mengakibatkan masalah-masalah adaptasi diri, tekanan-tekanan, serta harapan-harapan. Saat terjadinya peubahan-perubahan fisik dan psikis tertentu, masa sampaumur biasanya dibagi menjadi tiga periode yang menunjuk pada perubahan-perubahan tersebut.[3] ketiga periode tersebut yaitu Masa sampaumur dini, Masa sampaumur madya dan Masa sampaumur final ( usia lanjut), namun yang menjadi focus dalam goresan pena makalh ini yaitu masa usia sampaumur dini dan sampaumur madya.
1.        Masa sampaumur dini (dewasa awal)
Masa sampaumur dini merupakan periode adaptasi diri terhadap pola-pola kehidupan gres dan harapan-harapan baru. Periode ini secara umum berusia sekitar 18-25 dan berakhir sekitar 35-40 thun. Dewasa Dini, mempunyai ciri-ciri yaitu :
·       Fsikis : fungsi organ-organ berjalan dengan tepat dan mengalami masa produktifitas yang tinggi
·       Fungsi motorik : mempunyai kecepatan respon yang maksimal dan mereka sanggup memakai kemampuan ini dalam situasi tertentu dan lebih luas.
·       Fungsi psikomotorik :Kemampuan kaki : bisa berjalan dan meloncat secara maksimal, biasanya atlit yang berprestasi mencapai puncak kejayaannya atau klimaknya pada usia sampaumur muda.
·       Bahasa : Keterampilan berbahasa lebih dikuasai, dan lebih supel serta gampang berkomunikasi dengan orang lain.
·   Intelegensi : Kemampuan berfikir lebih realistis dan berfikir jauh kedepan, strategis dan selalu bersemangat untuk  berwawasan luas.
·  Emosional : stabilitas emosi masih mengalami naik turun, namun tetap terkontrol dan cendrung mengarah ketitik ketitik keseimbangan dan bisa mnerima tanggung jawab.
·       Kepribadian;   Masa sampaumur dini sebagai masa kreatif,      Masa sampaumur dini sebagai masa keinginan mandiri,     Masa sampaumur dini sebagai masa komitmen.
·         Sosial : Masa sampaumur dini biasanya akan lebih super dalam berteman namun kondisi mereka seringkali mengubah cara berteman kearah kelompok-kelompok. Moralitas dan keagamaan :  masa sampaumur dini selalu mempunyai keinginan untuk bisa mengikuti nilai-nilai norma  yang berlaku, begitu pula dengan nilai keagamaan yang mempunyai kawasan tersendiri dihati orang dewasa, namun seringkali sampaumur muda belum bisa mengikuti nilai-nilai tersebut secara sempurna.

Jiwa Beragama Pada Masa Dewasa

2.        Masa Dewasa Madya ( sampaumur tengah)
Usia madya berusia sekitar 35-40 tahun & berakhir sekitar 60 tahun. Masa tersebut pada kesudahannya perubahan-perubahan jasmani dan mental. Pada usia 60 tahun biasannya terjadi penurunan kekuatan fisik, sering pula diiringi oleh penurunan daya ingat. Usia madya merupakan periode yang panjang dalam rentang kehidupan manusia, biasannya usia tersebut dibagi kedalam dua sub bagian, yaitu : Usia madya dini dari sekitar 35-50 tahun. usia madya lanjut dari 50-60 tahun. Kemudian perubahan fisik dan psikis menjadi lebih kelihatan. Ciri-ciri dari masa sampaumur madya yaitu :
1.      Fsikis : fungsi organ-organ berjalan tepat namun mulai mengalami gangguan-gangguan, menyerupai penyakit pada susukan pencernaan dll.
2.      Fungsi motorik : mempunyai kecepatan respon yang baik, tetapi diakhi usia sampaumur madya kecepatan respon mengalami penurunan.
3.      Fungsi psikomotorik : bisa berjalan dan meloncat, diakhir usia madya kemampuan kaki mulai mengalami keterbatasan.
4.      Bahasa : keterampilan berbahasa lebih sopan, agak bijak dan lebih dewasa.
5.      Intelegensi : kemampuan berfikir masih realistis.
6.      Emosional : stabilitas emosi masih sudah seimbang terkontrol.
7.      Sosial : masa sampaumur madya awal biasannya lebih ulet bermasyarakat dan mengenal tetangga.
8.      Moralitas dan keberagamaan : sangat menghargai etika istiadat dan daya tarik kearah religi mulai terlihat apalagi diusia madya akhir.[4]

Jiwa Beragama Pada Masa Dewasa

Perkembangan Jiwa Beragama Pada Masa Dewasa: Perkembangan yaitu serangkaian perubahan progresif yang terjadi jawaban proses kematangan dan pengalaman, perkembangan  bukan sekedar perubahan beberapa centimeter tinggi tubuh seseorang atau peningkatan kemampuan seseorang melainkan suatu proses integrasi dan banyak stuktur dan fungsi yang komplek. Perkembangan sebagai rentetan perubahan jasmani dan rohani insan menuju kea rah yang lebih maju dan sempurna.[5] kesadaran beragama mencakup rasa keagamaan, pengalaman ketuhanan, keimanan, sikap, dan tingkah laris keagamaan, yang terorganisasi dalam sistem mental dari kepribadian. Keadaan ini sanggup dilihat melalui sikap keberagamaan yang terdefernisasi yang baik, motivasi kehidupan beragama yang dinamis, pandangan hiduup yang komprehansif, semangat pencarian dan pengabdiannya kepada Tuhan, juga melalui pelaksanaan pedoman agama yang konsisten, contohnya dalam melaksanakan shalat, puasa, dan sebagainya.               
kesadaran Dalam pedoman agama Islam, bahwa kebutuhan terhadap agama disebabkan insan sebagai makhluk Tuhan dibekali dengan aneka macam potensi (fitrah) yang dibawa semenjak lahir. Salah satu fitrah tersebut yaitu kecenderungan terhadap agama. Salah satu fitrah inilah, bahwa manu sia meneria Allah sebagai Tuhan, dengan kata lain, insan itu yaitu dari asal mempunyai kecenderungan beragama, alasannya yaitu agama itu sebagian dari fitrah-Nya”[6].
            Dengan demikian, anak yang gres lahir sudah mempunyai potensi untuk menjadi insan yang ber-Tuhan. Fiman Allah SWT dalam Q.S. Al-Rum 30, yang artinya:
فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفًا  فِطْرَتَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا  لَا تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللَّهِ  ذَٰلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ وَلَٰكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ .
Artinya:
Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah). Tetapkanlah atas fitrah Allah yang telah membuat insan berdasarkan fitrahnya” (Q.S. Al-Rum  ayat 30)
Perkembangan Jiwa Beragama Pada Masa Dewasa: Kebutahan insan terhadap agama karenanya insan disebut sebagai makhluk yang beragama (homo religious). Manusia selalu membutuhkan pegangan hidup yang disebut agama lantaran insan merasa bahwa dalam jiwanya ada suatu perasaan yang mengakui adanya yang maha kuasa kawasan mereka berlindung dan memohon pertolongan. Hal semacam ini terjadi pada masyrakat moderen, maupun masyarakat primitif. Dari segi ilmu jiwa Agama, sanggup dikatakan bahwa perubahan jiwa agama pada orang sampaumur bukanlah suatu hal yang terjadi secara kebetulan saja, dan tidak pula merupakan pertumbuahan yang wajar, akan tetapi yaitu suatu insiden yang didahului oleh suatu proses dan kondisi yang sanggup diteliti dan dipelajari. Perkembangan jiwa agama pada orang dewasa, yang terpenting ialah yang dinamakan konversi Agama. Keyakinan yang berupa mistik, dan perubahan kearah hirau terhadap pedoman agama.
Perkembangan Jiwa Beragama Pada Masa Dewasa: Konversi agama sebagai suatu macam pertumbuhan atau perkembangan spiritual yang mengandung perubahan arah yang cukup berarti, dalam sikap terhadap pedoman dan tindak agama.  Lebih terang lagi, konversi agama menunjukan bahwa suatu perubahan emosi yang tiba-tiba kearah mendapat hidayah Allah SWT secara mendadak, telah terjadi, yang mungkin saja sangat mendalam atau dangkal. Dan mungkin pula terjadi perubahan tersebut secara berangsur-angsur. Dalam membicarakan proses terjadinya konversi agama, bekerjsama sukar untuk memilih satu garis, atau satu rentetan proses yang kesudahannya membawa kepada keadaan keyakinan yang berlawanan dengan keyakinannya yang lama. Proses ini berbeda antra satu orang dengan yang lainnya, sesuai dengan pertumbuhan jiwa yang dilaluinya, serta pengalaman dan pendidikan yang diterimanya semenjak kecil, ditambah dengan suasana lingkungan, dimana ia hidup dan pengalaman terakhir yamng menjadi puncak dari perubahan keyakinan itu. Selanjutnya apa yang terjadi pada hidupnya sehabis itu. Tiap-tiap konversi agama melalui proses-proses jiwa sebagai berikut:
a.    Masa hening pertama, masa hening sebelum mengalami konversi, dimana segala sikap, tingkah laris dan sifat-sifatnya hirau tak hirau menentang agama.
b.    Masa ketidak-tenangan; konflik dan kontradiksi batin berkecamuk dalam hatinya, gelisah, putus asa, tegang, panic dan sebagainya, baik disebabkan oleh moralnya, kekecewaan atau oleh apapun juga.
c.    Peristiwa konversi itu sendiri setelah masa goncang itu mencapai puncaknya.
d.    Keadaan tentram dan tenang.
e.     Ekspresi konversi dalam hidup.
Disamping itu juga ada faktor-faktor yang mempengaruhi konversi agama.antara lain :
a.     Pertentangan batin (konflik jiwa) dan ketegangan perasaan.
b.     Pengaruh kekerabatan dengan tradisi agama.
c.     Ajakan / usul dan sugesti.
d.     Faktor-faktor emosi.
e.      Kemauan.[7]
Perkembangan Jiwa Beragama Pada Masa Dewasa: Dalam rangka menuju kematangan beragama terdapat beberapa hambatan. Karena tingkat kematangan beragama juga merupakan suatu perkembangan individu, hal itu memerlukan waktu, alasannya yaitu perkembangan kepada kematangan beragama tidak terjadi secara tiba-tiba. Ada dua factor yang mengakibatkan adanya hambatan, yaitu:

Jiwa Beragama Pada Masa Dewasa

1.         Faktor Intern
Faktor dari dalam diri sendiri terbagi menjadi dua, yaitu: Pertama, kapasitas diri. Kapasitas diri ini berupa kemampuan ilmiah (rasio) dalam mendapatkan ajaran-ajaran itu terlihat perbedaannya antara seseorang yang berkemampuan dan kurang berkemampuan. Mereka yang bisa mendapatkan dengan rasio akan menghayati dan kemudian mengamalkan ajaran-ajaran agama tersebut dengan baik, walaupun yang ia lakukan itu berbada dengan tradisi yang mungkin sudah mendarah daging dalam kehidupan masyarakat. Dan sebaliknya, orang yang kurang bisa mendapatkan dengan rasionya, ia akan lebih banyak tergantung pada masyarakat yang ada. Kedua Pengalaman. semakin luas pengalaman seseorang dalam bidang keagamaan, maka akan semakin mantap dan stabil dalam mengerjakan aktifitas keagamaan. Namun, mereka yang mempunyai pengalaman sedikit dan sempit, ia akan mengalami aneka macam macam kesulitan untuk sanggup mengerjakan pedoman agama secara tepat dan stabil. Tetapi secara garis besarnya factor-faktor yang ikut kuat terhadap perkembangan jiwa keagamaan dari internal ini anatara lain yaitu factor hereditas, tingkat usia, kepribadian,dan kondisi jiwa seseorang.

Jiwa Beragama Pada Masa Dewasa

2.             Faktor luar ( external)
Perkembangan Jiwa Beragama Pada Masa Dewasa: Potensi yang dimiliki manusia  ini secara umum disebut firah keagamaan yaitu berupa kecendrungan untuk betauhid, sebagai potensi , maka perlu adanya imbas yang berasal dari luar diri manusia, imbas tersebut sanggup berupa bimbingan, pembinaan, latihan, pendidikan. Factor extern yang dnilai kuat dalam perkembangan jiwa keagamaan sanggup dilihat dari lingkungan diaman seseorang itu hidup, umumnya lingkungan tersebut dibagi menajdi tiga, keluarga, Institusi dan masyarakat.

Jiwa Beragama Pada Masa Dewasa

3.             Fanatisme dan Ketaatan
Sutau tradisi keagamaan sanggup mengakibatkan dua sisi dalam perkembangan jiwa beragama seseorang yaitu, fanatisme dan ketaatan, suatu tradisi keagamaan membuaka peluang bagi warganay untuk bekerjasama dnegan warga lainnya ( sosialisasi), selain itu juga terjadi kekerabatan dengan benda –benda yang mendukung berjalannya tradisi keagamaan tersebut ( asilmilasi)seperti institusi keagamaan dan sejenisnya. Jika kecendrungan takhlid keagaman tersebut dipengaruhi unsure emosional yang berlebihan, maka terbuka peluang bagi pembenaran spesifik, dan kondisi ini akan mengarah kepada fanatisme, sifat fanatisme dinilai akan merugikan bagi kehidupan Bergama, sifat ini dibedakan dari ketaatan. Dimana ketaatan merupakn upaya untuk menampilkan kode dalam menghayati dan mengamalkan pedoman Agama.[8]
Jiwa keagamaan yang termasuk aspek rohani (psikis) akan sangat tergantung dari perkembangan aspek fisik dan demikian pula sebaliknya. Oleh lantaran itu, sering dikatakan bahwa kesehatan fisik akan kuat pada kesehatan mental. Selain itu perkembangan di tentukan oleh tingkat usia.Sikap keberagamaan orang dewasa mempunyai perspektif yang luas didasarkan atas nilai-nilai yang dipilihnya. Selain itu sikap keberagamaan ini umumnya juga dilandasi oleh pendalaman pengertian dan ekspansi pemahaman perihal pedoman agama yang dianutnya.                                                 Beragamabagi orang dewasa sudah merupakan sikap hidup dan bukan sekadar ikut-ikutan. Kestabilan dalam pandangan hidup beragama dan tingkah laris keagamaan seseorang, bukanlah bukan lagi pada kesetabilan yang statis, melainkan kestabilan yang dinamis, di mana pada suatu saat ia mengenal juga adanya perubahan-perubahan. Adanya perubahan itu terjadi lantaran proses pertimbangan pikiran, pengetahuan yang dimiliki dan mungkin lantaran kondisi yang ada. Sejalan dengan tingkat perkembangan usiannya, maka sikap keberagamaan pada orang dewasa mempunyai ciri-ciri :
1.    Menerima kebenaran agama berdasarkan pertimbangan pemikiran yang matang, bukan sekedar ikut-ikutan. Dapat kita katakan bahwa pada orang yang sampaumur telah mempunyai pemikiran yang jauh lebih luas dan dimana ciri-ciri kematangan dalam keberagamaanya telah tampak menyerupai : bersikap dan bertingkah sesuai dengan nilai agama yang di anutnya.
2.    Cenderung bersifat realis (nyata), sehingga norma-norma agama lebih banyak diaplikasikan dalam sikap dan tingkah laku. Apa bila kita kaitkan dengan ciri-ciri umum pada orang dewasa, bahwa sikap realis cenderung membawa perasaan optimis pada seseorang tersebut, lantaran berpandangan bahwa perjuangan atas jerih payahnya yaitu derma dari tuhan.
3.    Bersikap positif terhadap pedoman dan norma-norma agama, dan berusaha untuk mempelajari dan memperdalam pemahaman keagamaan. Jika dikaitkan dengan ciri-ciri umum pada orang yang sampaumur ia mempunyai sikap positif bahwa kebutuhan akan agama.
4.    Tingkat ketaatan beragama didasarkan atas pertimbangan dan tanggung jawab diri hingga sikap keberagamaan merupakan realis (nyata) dari sikap hidup. Jika kita kaitkan dengan ciri-ciri umumnya pada orang yang sampaumur mempunyai pemikiran bahwa beliau telah mempunyai pengetahuan yang lebih luas dan mempunyai tanggung jawab lebih dan Dapat memilih jalan hidupnya.
5.    Bersikap lebih terbuka dan berwawasan luas. Maksudnya bahwa pada orang yang sampaumur telah mempunyai kematangan dalam berpikir dan menunjukan sikap keberagamaanya terhadap lingkungan maupun masyarakat.
6.    Bersikap lebih kritis terhadap materi pedoman agama sehingga kemantapan beragama selain didasarkan atas pertimbangan pikiran, juga didasarkan atas pertimbangan hati nurani. Dapat kita ketahui bahwa beliau lebih mempunyai wawasan dan pengetahuan yang kuat. “Saya hidup dan saya tahu untuk apa,” menggambarkan bahwa di usia sampaumur ini mereka sudah mempunyai tanggung jawab serta sudah menyadari makna hidup. Dengan kata lain, berusaha untuk mempertahankan nilai-nilai yang dipilihnya.
7.    Sikap keberagamaan cenderung mengarah kepada tipe-tipe kepribadian masing-masing, sehingga terlihat adanya imbas kepribadian dalam menerima, memahami serta melaksanakan pedoman agama yang diyakininya. Jika kita kaitkan dengan ciri-ciri umum bahwa sikap keberagamaan cenderung lebih mengarah kepada psikis dan disalurkan melalui fisik.
8.    Terlihat adanya kekerabatan antar sikap keberagamaan dengan kehidupan social, sehingga perhatian terhadap kepentingan organisasi sosial keagamaan sudah berkembang. Jika kita kaitkan dengan ciri umum bahwa pada orang sampaumur lebih secara umum dikuasai mengarahkan tingkah laris dan sikap nya yang terarah dengan keagamaanya.

Jiwa Beragama Pada Masa Dewasa

Sikap keberagamaan akan terlihat dalam contoh kehidupan mereka, sikap keberagamaan itu akan dipertahankan sebagai identitas dan kepribadian mereka secara mantap menjalankan pedoman agama yang mereka anut, sehingga sikap keberagamaan ini sanggup menimbulakn ketaatan yang berelebihan dan pemilihan terhadap pedoman agama yang menawarkan kepuasan bathin atas dasar pertimbangan nalar sehat.[9] Sikap keberagamaan pada orang sampaumur mempunyai perspektif yang luas didasarkan atas nilai-nilai yang dipilihnya. Selain itu, sikap keberagamaan ini umumnya dilandasi oleh pendalaman pengertian dan ekspansi pemahaman perihal pedoman agama yang dianutnya, beragama bagi orang sampaumur sudah meruapak sikap hidup dan bukan sekedar ikut-ikutan.
 Demikianlah pembahasan singkat perihal " Perkembangan Sikap Beragama pada masa dewasa "  semoga bermanfaat.



[1] Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan pendekatan baru, ( Bandung: Remaja Rosda Karya, 2013),hal.52
[2] Jalaludin. Psikologi Agama,( Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007), hal. 105
[3] Wiji Hidayati, Psikologi Perkembangan. (Yogyakarta: TERAS, 2008)hal. 152

[4] Mubin, dkk.. Psikologi Perkembangan. (Ciputat: Quantum Teaching,2006),hal.38-47
[5] Muhibinsyah,Psikologi Pendidikan…hal.41
[6] Baharudin, dkk, Psikologi Agama dalam Perspektif Islam, (Malang: UIN-Malang Press, 2008,) hal. 151.

[7] Zakiah Daradjat. Ilmu Jiwa Agama. (Jakarta: Bulan Bintang, 1996). Hal 136- 164
[8] Jalaluddin, Psikologi Agama , memahami sikap dengan mengaplikasikan prinsip-prinsip psikologi, edisi revisi (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2012), hal.304-315.
[9] Jalaluddin, Psikologi Agama memahami perilaku…hal.106-109

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Penerapan Disiplin Dalam Pembelajaran

Model Pembelajaran Role Playing (Bermain Peran)

Model Pembelajaran Nht (Numbered Heads Together)