Pembelajaran Matematika Realistik (Rme)
Pengertian Pembelajaran Matematika Realistik
Realistic mathematics education (RME), yang diterjemahkan sebagai Pembelajaran Matematika Realistik (PMR), yakni sebuah pendekatan berguru matematika yang dikembangkan semenjak tahun 1971 oleh sekelompok andal matematika dari Freudenthal Institute, Utrecht University di Negeri Belanda (Aisyah dkk 2007:7-3).
Menurut pendekatan ini, kelas matematika bukan kawasan memindahkan matematika dari guru kepada siswa, melainkan kawasan siswa menemukan kembali wangsit dan konsep Matematika melalui eksplorasi masalah-masalah nyata.
Pembelajaran matematika harus diarahkan pada penggunaan aneka macam situasi dan kesempatan yang memungkinkan siswa menemukan kembali matematika berdasarkan perjuangan mereka sendiri.
Pembelajaran matematika dengan pendekatan realistik memperlihatkan peluang kepada siswa untuk aktif mengonstruksi pengetahuan matematika dari aneka macam permasalahan realistik atau faktual yang sering mereka temukan dalam kehidupan sehari-hari. Pendekatan ini berusaha untuk menempatkan matematika sebagai bab dari pengalaman hidup siswa sehingga konsep matematika menjadi lebih bermakna bagi mereka.
Menurut Wijaya (2012: 31), suatu pengetahuan akan menjadi bermakna bagi siswa, jikalau proses berguru melibatkan duduk kasus realistik atau dilaksanakan dalam dan dengan suatu konteks. Penggunaan konteks dalam pembelajaran matematika sanggup menciptakan konsep Matematika menjadi lebih bermakna bagi siswa, alasannya yakni konteks sanggup menyajikan konsep matematika abnormal dalam bentuk representasi yang gampang dipahami siswa.
Panhuizen dalam Wijaya (2012: 32) mengemukakan bahwa konteks mempunyai pengertian yang merujuk pada pembicaraan, fenomena kehidupan sehari-hari, dongeng rekaan atau fantasi, atau sanggup juga duduk kasus Matematika secara langsung.
Prinsip Pembelajaran Matematika Realistik
Ada tiga prinsip PMR berdasarkan Gravemeijer dalam Supinah dan Agus D.W (2009: 72-4).
Dengan memperlihatkan kesempatan bagi siswa untuk melaksanakan matematisasi dengan duduk kasus kontekstual yang realistik, dengan dukungan dari guru, siswa didorong atau ditantang untuk aktif bekerja. Siswa bahkan diperlukan sanggup mengonstruksi atau membangun sendiri pengetahuan yang akan diperolehnya.
Pembelajaran tidak dimulai dari sifat-sifat, definisi, atau teorema, dan selanjutnya diikuti contoh-contoh, tetapi dimulai dengan duduk kasus kontekstual faktual yang selanjutnya melalui acara berguru siswa, diperlukan sanggup ditemukan sifat, definisi, teorema, atau hukum oleh siswa sendiri.
2. Didactical Phenomenology atau Fenomena Didaktik
Topik-topik Matematika disajikan atas dasar aplikasi dan kontribusinya bagi perkembangan matematika. Pembelajaran matematika yang cenderung berorientasi pada memberi informasi atau memberitahu siswa dan menggunakan matematika yang sudah siap pakai untuk memecahkan masalah, diubah dengan menimbulkan duduk kasus sebagai sarana utama untuk mengawali pembelajaran, sehingga memungkinkan siswa dengan caranya sendiri mencoba memecahkan duduk kasus tersebut.
Dalam memecahkan duduk kasus tersebut, siswa diperlukan sanggup melangkah ke arah matematisasi horisontal dan matematisasi vertikal.
3. Self Developed Models atau Model Dibangun Sendiri oleh Siswa
Ketika siswa mengerjakan duduk kasus kontekstual, siswa menyebarkan suatu model. Model ini diperlukan dibangun sendiri oleh siswa, baik dalam proses matematisasi horisontal ataupun vertikal. Kebebasan yang diberikan kepada siswa untuk memecahkan duduk kasus secara berdikari atau kelompok, dengan sendirinya akan memungkinkan munculnya aneka macam model pemecahan duduk kasus buatan siswa
Langkah-langkah Pembelajaran Matematika Realistik
Zukardi dalam Aisyah dkk (2007: 7.20) menyatakan bahwa secara umum langkah-langkah Pembelajaran Matematika Realistik yaitu sebagai berikut:
Dalam PMR ini, siswa diminta untuk memecahkan duduk kasus matematika yang berkaitan dengan keadaan faktual dalam kehidupan sehari-hari. Guru harus sanggup mengarahkan siswa untuk sanggup menggunakan matematika sebagai cara untuk menuntaskan duduk kasus faktual dalam kehidupan sehari-hari siswa.
Selanjutnya Cooper dan Harries (2003: 21) mengungkapkan bahwa
Realistic mathematics education (RME), yang diterjemahkan sebagai Pembelajaran Matematika Realistik (PMR), yakni sebuah pendekatan berguru matematika yang dikembangkan semenjak tahun 1971 oleh sekelompok andal matematika dari Freudenthal Institute, Utrecht University di Negeri Belanda (Aisyah dkk 2007:7-3).
Menurut pendekatan ini, kelas matematika bukan kawasan memindahkan matematika dari guru kepada siswa, melainkan kawasan siswa menemukan kembali wangsit dan konsep Matematika melalui eksplorasi masalah-masalah nyata.
Masalah-masalah faktual dari kehidupan sehari-hari digunakan sebagai titik awal pembelajaran matematika untuk memperlihatkan bahwa matematika bekerjsama dekat dengan kehidupan sehari-hari siswa. Benda-benda faktual yang dekat dengan kehidupan keseharian siswa dijadikan sebagai alat peraga dalam pembelajaran matematika.
Pembelajaran matematika harus diarahkan pada penggunaan aneka macam situasi dan kesempatan yang memungkinkan siswa menemukan kembali matematika berdasarkan perjuangan mereka sendiri.
Pembelajaran matematika dengan pendekatan realistik memperlihatkan peluang kepada siswa untuk aktif mengonstruksi pengetahuan matematika dari aneka macam permasalahan realistik atau faktual yang sering mereka temukan dalam kehidupan sehari-hari. Pendekatan ini berusaha untuk menempatkan matematika sebagai bab dari pengalaman hidup siswa sehingga konsep matematika menjadi lebih bermakna bagi mereka.
Menurut Wijaya (2012: 31), suatu pengetahuan akan menjadi bermakna bagi siswa, jikalau proses berguru melibatkan duduk kasus realistik atau dilaksanakan dalam dan dengan suatu konteks. Penggunaan konteks dalam pembelajaran matematika sanggup menciptakan konsep Matematika menjadi lebih bermakna bagi siswa, alasannya yakni konteks sanggup menyajikan konsep matematika abnormal dalam bentuk representasi yang gampang dipahami siswa.
Panhuizen dalam Wijaya (2012: 32) mengemukakan bahwa konteks mempunyai pengertian yang merujuk pada pembicaraan, fenomena kehidupan sehari-hari, dongeng rekaan atau fantasi, atau sanggup juga duduk kasus Matematika secara langsung.
Prinsip Pembelajaran Matematika Realistik
Ada tiga prinsip PMR berdasarkan Gravemeijer dalam Supinah dan Agus D.W (2009: 72-4).
Prinsip tersebut yaitu Guided reinvention, Didactical phenomenology, dan Self developed model.1. Guided Reinvention atau Menemukan Kembali Secara Seimbang
Dengan memperlihatkan kesempatan bagi siswa untuk melaksanakan matematisasi dengan duduk kasus kontekstual yang realistik, dengan dukungan dari guru, siswa didorong atau ditantang untuk aktif bekerja. Siswa bahkan diperlukan sanggup mengonstruksi atau membangun sendiri pengetahuan yang akan diperolehnya.
Pembelajaran tidak dimulai dari sifat-sifat, definisi, atau teorema, dan selanjutnya diikuti contoh-contoh, tetapi dimulai dengan duduk kasus kontekstual faktual yang selanjutnya melalui acara berguru siswa, diperlukan sanggup ditemukan sifat, definisi, teorema, atau hukum oleh siswa sendiri.
2. Didactical Phenomenology atau Fenomena Didaktik
Topik-topik Matematika disajikan atas dasar aplikasi dan kontribusinya bagi perkembangan matematika. Pembelajaran matematika yang cenderung berorientasi pada memberi informasi atau memberitahu siswa dan menggunakan matematika yang sudah siap pakai untuk memecahkan masalah, diubah dengan menimbulkan duduk kasus sebagai sarana utama untuk mengawali pembelajaran, sehingga memungkinkan siswa dengan caranya sendiri mencoba memecahkan duduk kasus tersebut.
Dalam memecahkan duduk kasus tersebut, siswa diperlukan sanggup melangkah ke arah matematisasi horisontal dan matematisasi vertikal.
3. Self Developed Models atau Model Dibangun Sendiri oleh Siswa
Ketika siswa mengerjakan duduk kasus kontekstual, siswa menyebarkan suatu model. Model ini diperlukan dibangun sendiri oleh siswa, baik dalam proses matematisasi horisontal ataupun vertikal. Kebebasan yang diberikan kepada siswa untuk memecahkan duduk kasus secara berdikari atau kelompok, dengan sendirinya akan memungkinkan munculnya aneka macam model pemecahan duduk kasus buatan siswa
Langkah-langkah Pembelajaran Matematika Realistik
Zukardi dalam Aisyah dkk (2007: 7.20) menyatakan bahwa secara umum langkah-langkah Pembelajaran Matematika Realistik yaitu sebagai berikut:
Persiapan;
pada tahap ini, selain menyiapkan duduk kasus kontekstual, guru harus benar-benar memahami duduk kasus dan mempunyai aneka macam macam strategi yang mungkin akan ditempuh siswa dalam menuntaskan duduk kasus tersebut,
Pembukaan;
pada bab ini, siswa diperkenalkan dengan taktik pembelajaran yang digunakan dan diperkenalkan kepada duduk kasus dari dunia nyata. Kemudian siswa diminta untuk memecahkan duduk kasus tersebut dengan cara mereka sendiri,
Proses pembelajaran;
pada tahap ini, siswa mencoba aneka macam taktik untuk menuntaskan duduk kasus sesuai dengan pengalamannya. Strategi tersebut sanggup dilakukan secara perorangan maupun secara kelompok. Kemudian setiap siswa atau kelompok mempresentasikan hasil kerjanya di depan siswa atau kelompok lain dan siswa atau kelompok lain memberi jawaban terhadap hasil kerja siswa atau kelompok penyaji.
Guru mengamati jalannya diskusi kelas dan memberi jawaban sambil mengarahkan siswa untuk mendapat taktik terbaik serta menemukan hukum atau prinsip yang bersifat lebih umum,
Penutup;
sesudah mencapai janji wacana taktik terbaik melalui diskusi kelas, siswa diajak menarik simpulan dari pelajaran dikala itu. Pada tamat pembelajaran, siswa harus mengerjakan soal penilaian dalam bentuk matematika formal.
Dalam PMR ini, siswa diminta untuk memecahkan duduk kasus matematika yang berkaitan dengan keadaan faktual dalam kehidupan sehari-hari. Guru harus sanggup mengarahkan siswa untuk sanggup menggunakan matematika sebagai cara untuk menuntaskan duduk kasus faktual dalam kehidupan sehari-hari siswa.
Selanjutnya Cooper dan Harries (2003: 21) mengungkapkan bahwa
a serious commitment to encouraging children to use mathematics to contribute to the solution of problems drawn from everyday life (whether textually represented in texts and tests or actually experienced in their lifeoutside school) between children’s everyday knowledge and experience and their more purely mathematical knowledge.Menurut pernyataan tersebut bahwa sebuah komitmen serius untuk mendorong belum dewasa dalam menggunakan matematika sebagai bantuan dalam penyelesaian duduk kasus yang diambil dari kehidupan sehari-hari (baik yang disajikan secara tekstual, baik dalam teks dan tes atau pengalaman faktual dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat yang diambil dari kehidupan sehari-hari) antara pengetahuan dan pengalaman siswa sehari-hari, dan pengetahuan matematika mereka yang lebih murni.
Aisyah, Nyimas, dkk. 2007. Pengembangan Pembelajaran Matematika SD. Jakarta: DEPDIKNAS DIRJENDIKTI Direktorat Ketenagaan.
Cooper, Barry dan Tony Harries. 2002. Children’s Responses To Contrasting ‘Realistic’ Mathematics Problems. Educational Studies in Mathematics. Kluwer Academic Publishers: 21.
Supinah dan Agus D.W. 2009. Modul Matematika SD Progran Bermutu, Strategi Pembelajaran Matematika Sekolah Dasar. Sleman: DEPDIKNAS Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan PPPPTK Matematika.
Wijaya, Ariyadi. 2012. Pendidikan Matematika Realistik Suatu Alternatif Pendekatan Pembelajaran Matematika. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Komentar
Posting Komentar