Teori Kebutuhan Maslow (Hierarchy Of Needs)

Teori kepribadian Maslow dibuat menurut beberapa perkiraan dasar mengenai motivasi. Pertama, Maslow (1970) mengadopsi sebuah pendekatan menyeluruh pada insan (holistic  approach to motivation). Yaitu, keseluruhan dari seseorang, bukan hanya satu penggalan atau fungsi, termotivasi.

Kedua, motivasi biasanya kompleks atau terdiri dari beberapa hal (motivation is usually complex) yang berarti bahwa tingkah laris seseorang sanggup muncul dari beberapa motivasi yang terpisah. Contohnya, impian untuk berguru sanggup termotivasi tidak hanya oleh adanya perintah dari orang tua, tetapi juga kebutuhan akan nilai yang baik, prestasi dan pengukuhan kelompok.

Selain itu, motivasi untuk melaksanakan sanggup disadari maupun  tidak disadari oleh orang yang melakukan. Contohnya, motivasi seorang mahasiswa untuk menerima nilai tinggi sanggup menutupi motivasi yang sebenarnya yaitu kebutuhan untuk mendominasi atau memperoleh kekuasaan.

Asumsi ketiga yakni bahwa orang-orang berulang kali termotivasi oleh kebutuhan-kebutuhan. Ketika suatu kebutuhan terpenuhi, biasanya kebutuhan tersebut berkurang kekuatan untuk memotivasinya dan tergantikan oleh kebutuhan lain.

Contohnya, selama kebutuhan akan kuliner dan rasa lapar belum terpenuhi, orang akan selalu berusaha mendapatkan makanan. Akan tetapi, ketika mereka sudah menerima cukup makanan, mereka beralih ke kebutuhan-kebutuhan lain menyerupai keamanan, pertemanan dan penghargaan tinggi.

Asumsi lainnya yakni bahwa semua orang dimanapun termotivasi oleh kebutuhan dasar yang sama. Bagaimana cara ornag-orang di kultur yang berbeda–beda memperoleh makanan, membangun daerah tinggal, mengekspresikan pertemanan, dan seterusnya bisa bervariasi, tetapi kebutuhan dasar untuk makanan, keamanan dan pertemanan merupakan kebutuhan yang berlaku umum untuk semua mahkluk.

Asumsi terakhir mengenai motivasi yakni bahwa kebutuha-kebutuhan sanggup dibuat menjadi sebuah hirarki (needs can be arranged on a hierarchy) (Maslow, 1943,1970).

Hirarki Kebutuhan,Teori Maslow (1968,1970) meyakini bahwa tindakan disatukan oleh pengarahan yang ditunjukkan untuk mencapai tujuan. Perilaku sanggup memperlihatkan beberapa fungsi secara berkesinambungan. Misalnya, menghadiri pesta bisa memuaskan kebutuhan akan kepercayaan diri dan interaksi sosial. Maslow merasa bahwa teori pengkondisian tidak menangkap kompleksitas sikap manusia.

Kebanyakan tindakan insan menampilkan perjuangan untuk memuaskan kebutuhan. Kebutuhan itu bersifat hirarki. Kebutuhan di tingkatan yang lebih rendah harus dipuaskan secara cukup sebelum kebutuhan diurutan yang lebih tinggi bisa menghipnotis perilaku, kebutuhan fisiologis, urutan bawah dalam hirarki, terkait dengan relasi pada makanan, udara dan air. 

Kebutuhan ini dipenuhi bagi kebanyakan orang sepanjang waktu, tetapi kebutuhan itu menjadi penting ketika tidak terpenuhi.  Kebutuhan keamanan, meliputi keamanan lingkungan, mendominasi dalam keadaan yang penuh dengan bahaya: Orang-orang yang menyelamatkan diri dari banjir akan mengabaikan benda-benda berharganya untuk menyelamatkan diri. Kebutuhan keamanan juga tercakup dalam kegiatan menyerupai menyimpan uang, mempertahankan pekerjaan, dan mempunyai asuransi.

Maslow (1970) mengungkapkan kebutuhan-kebutuhan berikut ini menurut prapotensi dari masing-masing: fisiologis (physiological), keamanan (safety), cinta dan keberadaan (love and belongingness), penghargaan (esteem),  pengetahuan (cognitif needs), keindahan (estetic),  dan aktualisasi diri (self-actualization),

Kebutuhan Fisiologis
Kebutuhann yang paling fundamental pada diri setiap insan yakni kebutuhan fisiologis, termasuk didalamnya yakni makanan, air, oksigen, mempertahankan suhu badan dan lain sebagainya. Kebutuhan fisiologis yakni kebutuhan yang meiliki dampak atau kekuatan besar dari semua kebutuhan. 

Orang-orang yang terus-menerus merasa lapar akan termotivasi untuk makan (tidak termotivasi untuk mencari sahabat atau memperoleh harga diri). Mereka tidak melihat lebih jauh dari makanan, dan selama kebutuhan ini tidak terpenuhi, maka motivasi utama mereka yakni untuk mendapatkan sesuatu untuk dimakan.

Kebutuhan fisiologis berbeda dengan kebutuhan-kebutuhan yang lainnya setidaknya dalam dua hal penting. Pertama, kebutuhan fiologis yakni satu-satunya kebutuhan yang sanggup terpenuhi atau bahkan selalu terpenuhi. Orang-orang bisa cukup makan sehingga kuliner akan kehilangan kekuatannya untuk memotivasi.  

Bagi orang yang selesai makan dalam porsi besar, pikiran wacana kuliner bahkan sanggup menimbulkan perasaan mual. Karakteristik berbeda yang kedua dari kebutuhan fisiologis yakni kemampuannya untuk muncul kembali. Setelah orang-orang selesai makan, mereka usang kelamaan akan lapar lagi, mereka kemudian mengisi pasokan kuliner dan air, dan satu tarikan nafas akan dilanjutkan dengan tarikan nafas berikutnya. 

Akan tetapi, kebutuhan-kebutuhan di level lainnya tidak muncul kembali secara terus-menerus. Contohnya, orang yang paling tidak telah memenuhi kebutuhan mereka akan cinta dan pengahargaan akan tetap merasa percaya diri bahwa mereka sanggup terus memenuhi kebutuhan mereka akan cinta dan harga diri.

Kebutuhan akan Keamanan
Ketika orang telah memenuhi kebutuhan fisiologis mereka, mereka menjadi termotivasi dengan kebutuhan akan keamanan, yang termasuk didalamnya yakni keamanan fisik, stabilitas, ketergantungan, perlindungan, dan kebebasan dari kekuatan-kekuatan yang mengancam, menyerupai perang, terorisme, penyakit, rasa takut, kecemasan, bahaya, kerusuhan dan peristiwa alam. Kebutuhan akan hukum, ketentraman, dan keteraturan juga merupakan penggalan dari kebutuhan akan keamanan (Maslow, 1970).

Kebutuhan akan keamanan berbeda dengan kebutuhan fisiologis dalam hal ketidakmungkinan kebutuhan akan keamanan untuk terpenuhi secara berlebihan. Orang-orang tidak akan pernah benar-benar terlindung dari meteor, peristiwa alam, kebakaran, banjir, atau kejadian ancaman lainnya.

Kebutuhan akan Cinta dan Keberadaan
Terpenuhinya kebutuhan fisiologis dan keamanan membuat orang termotivasi untuk memenuhi kebutuhan akan cinta dan keberadaan, menyerupai impian untuk berteman, impian untuk mempunyai pasangan dan anak, kebutuhan untuk menjadi penggalan dari keluarga, sebuah perkumpulan, lingkungan masyarakat, atau negara.  

Cinta dan keberadaan juga meliputi beberapa aspek dari seksualitas dan relasi dengan insan lain dan juga kebutuhan untuk memberi serta mendapatkan cinta (Maslow, 1970).

Orang yang kebutuhan akan cinta dan keberadaannya cukup terpenuhi semenjak dari masa kecil tidak menjadi panik ketika cintanya ditolak. Orang semacam ini mempunyai kepercayaan diri bahwa mereka akan diterima oleh orang-orang yang penting bagi mereka, jadi ketika orang lain menolak mereka, mereka tidak merasa hancur. 

Kelompok kedua yakni kelompok yang terdiri dari orang-orang yang tidak pernah mencicipi cinta dan keberadaan, dan oleh alasannya yakni itu, mereka menjadi tidak bisa memberika cinta. Mereka jarang atau bahkan tidak pernah dipeluk ataupun disentuh ataupun mendapatkan pernyataan cinta dalam bentuk apapun. Maslow percaya bahwa orang semacam ini lama-kelamaan akan berguru untuk tidak mengutamakan cinta dan terbiasa dengan absensi cinta.

Kategori ketiga yakni orang-orang yang mendapatkan cinta dan keberadaan hanya dalam jumlah yang sedikit. Oleh alasannya yakni hanya mendapatkan sedikit cinta dan keberadaan, maka mereka akan sangat termotivasi untuk mencarinya. Dengan kata lain, orang yang mendapatkan sedikit cinta mempunyai kebutuhan akan kasih sayang dan penerimaan yang lebih besar daripada orang yang mendapatkan cinta dalam jumlah cukup atau yang tidak mendapatkan cinta sama sekali (Maslow, 1970).

Anak-anak membutuhkan cinta supaya mereka sanggup tumbuh baik secara psikologis dan perjuangan mereka untuk mendapatkan kebutuhan ini biasanya dilakukan secara jujur dan langsung. Orang cukup umur juga membutuhkan cinta, tetapi perjuangan mereka untuk mendapatkannya kadang-kadang disembunyikan dengan baik. 

Orang-orang cukup umur sering kali melaksanakan tingkah laris yang mengalahkan diri sendiri, menyerupai berpura-pura tidak ramah pada orang lain atau bersikap sinis, dingin, kasar, dan hirau dalam relasi interpersonal. Mereka mungkin memperlihatkan bahwa mereka tampak berdikari dan bebas, tetapi pada kenyataannya mereka mempunyai kebutuhan yang berpengaruh untuk diterima dan dicintai oleh orang lain. 

Kebutuhan akan Penghargaan (self esteem)
Orang-orang yang kebutuhan cinta dan keberadaannya terpenuhi, mereka bebas untuk mengejar kebutuhan akan penghargaan. 

Kepuasan kebutuhan harga diri mengakibatkan perasaan dan sikap percaya diri, diri berharga, diri mampu, dan perasaan mempunyai kegunaan dan penting di dunia. Sebaliknya, putus asa alasannya yakni kebutuhan harga diri tak terpuaskan akan mengakibatkan perasaan dan sikap inferior, canggung, lemah, pasif, tergantung, penakut, tidak bisa mengatasi tuntutan hidup dan rendah diri dalam bergaul. Menurut Maslow, penghargaan dari orang lain hendaknya diperoleh menurut penghargaan diri kepada diri sendiri.

Kebutuhan akan Tahu (Pengetahuan)
Kebutuhan akan pengetahuan yaitu kebutuhan untuk lebih banyak mengetahui perkembangan yang terjadi. Kebutuhan ini dipenuhi sendiri oleh dirinya, tidak lagi membutuhkan kiprah orang lain.

Kebutuhan akan Estetika
Kebutuhan estetis yakni kebutuhan akan norma-norma kehidupan. Misalnya kebutuhan akan keindahan, dan kebutuhan akan kerapian. Kebutuhan untuk mencapai tingkat tertinggi dari potensi yang dimiliki.dan terus menyebarkan menjadi sesuatu yang bisa menjadikan semuanya menjadi lebih gampang dan ini akan menjadi self-actualization yang timbul secara tidak langsung.

Kebutuhan akan Aktualisasi Diri
Akhirnya sesudah semua kebutuhan dasar terpenuhi munculah kebutuhan aktualisasi diri, yakni kebutuhan menjadi sesuatu yang bisa mewujudkan seluruh talenta kemampuan potensinya. Aktualisasi diri ini mempunyai wujud berupa impian untuk memperoleh kepuasan dengan dirinya sendiri dan untuk menyadari semua potensi dirinya, untuk menjadi apa saja yang ia sanggup melakukannya, dan untuk menjadi kreatif dan bebas mencapai puncak prestasi potensinya.


Penerapan Teori Hierarchy Of Needs dalam Pendidikan
Implikasi dari teori Maslow dalam dunia pendidikan sangat penting. Hierarki Maslow sanggup membantu guru memahami siswa dan membuat sebuah lingkungan untuk memperkuat pembelajaran.  Tidaklah realis mengharapkan siswa memperlihatkan minat pada kegiatan kelas kalau mereka mempunyai defisiensi fisiologi atau keamanan. 

Anak yang tiba kesekolah tanpa sarapan dan yang tidak mempunyai uang untuk makan siang tidak bisa berfokus dengan benar pada kiprah kelas. Guru bisa bekerja sama dengan konselor, kepala sekolah, dan pekerja sosial untuk membantu keluarga anak atau membuat jadwal supaya anak mendapatkan kuliner gratis atau pengurangan harga makan.

Beberapa siswa akan menemui kesulitan mengerjakan kiprah dengan adanya gangguan di erat mereka (misalnya gerakan, bunyi berisik). Guru bisa menemui orang bau tanah untuk mengetahui apakah kondisi rumah mengganggu. Gangguan dirumah bisa muncul alasannya yakni tidak terpenuhinya kebutuhan pada keamanan, impian untuk merasa lebih kondusif mengenai pelajaran. 

Orang bau tanah bisa didorong untuk merancang lingkungan rumah yang mendukung pembelajaran, meminimalisir gangguan dikelas, dan mengajari siswa kemampuan untuk menenangkan diri (misalnya, bagaimana cara berkonsentrasi dan memperhatikan kegiatan akademik dengan cermat).

Hirarki Maslow merupakan bimbingan umum yang mempunyai kegunaan untuk memahami perilaku. Hirarki ini memperlihatkan bahwa tidaklah realistis mengharapkan siswa berguru dengan baik di sekolah kalau mereka menghadapi kesulitan fisiologis atau deficienchy keamanan. Hirarki menawarkan petunjuk kepada pendidik untuk memperhatikan mengapa siswa melaksanakan sesuatu.  

Pendidik menekankan prestasi intelektual, tetapi banyak remaja lebih mementingkan kebersamaan dan keyakinan. Sehingga di dalam menerapan toeri maslow di dalam pembelajaran, kiprah guru tidak terlepas sebagai fasilitator dan motivator bagi siswa. Guru memposisikan pembelajaranya secara student centered.

Implikasi dari teori Maslow dalam dunia pendidikan pada proses berguru mengajar misalnya, guru mestinya memperhatikan teori ini. Apabila guru menemukan kesulitan untuk memahami mengapa belum dewasa tertentu tidak mengerjakan pekerjaan rumah, mengapa anak tidak sanggup hening di dalam kelas, atau bahkan mengapa belum dewasa tidak mempunyai motivasi untuk belajar. 

Menurut Maslow, guru tidak bisa menyalahkan anak atas kejadian ini secara langsung, sebelum memahami barangkali ada proses kebutuhan anak yang belum terpenuhi dibawah kebutuhan untuk tahu dan mengerti. Bisa jadi anak tersebut belum atau tidak melaksanakan sarapan pagi yang cukup, tidak tidur dengan nyenyak, atau ada duduk kasus pribadi/ keluarga yang membuatnya cemas dan takut. 


Kekurangan Teori Hierarchy Of Needs
Sebagaimana sebuah karakter, sebuah teori juga mempunyai kekurangan. Hal ini pun terdapat pula pada teori yang sedang kita bahas ketika ini. Berikut ini akan dijabarkan dua kelemahan dari teori tersebut.

1. Tiadanya Kebutuhan Spiritual di dalam Teori Maslow
Di dalam teori tersebut, tidak terdapat adanya kebutuhan spiritual. Padahal selama ini, banyak masalah psikologis yang melibatkan adanya kebutuhan insan akan agama, kepercayaan, atau spiritualitas tertentu. Sehingga hal ini merupakan kekurangan yang sanggup dianggap vital dalam teori maslow tersebut. Misalnya, sesoarng yang hendak bersedekah dimasjid, menunaikan ibadah sholat, membaca al-Quran, ke gereja dan sebagainya. Kebutuhan itulah yang tidak dikatgorikan di dalam teori hierarki Maslow.

2. Tingkatan-tingkatan (hierarki) yang janggal 
Koreksi kedua yakni sistem tingkatan yang janggal. Tingkatan-tingkatan didalam teori Maslow bersifat relative alasannya yakni mugkin benar bagi satu orang, tetapi belum tentu sesuai dengan orang yang lainnya. Misalnya, kebutuhan fisiologis(sandang pangan) harus terlebih dahulu terpenuhi sebelum kebutuhan cinta dan ingin dicintai.

Pendapat Stephan R. Covey dalam bukunya yang berjudul “First Thing First”, menyebutkan bahwa Maslow di tahun-tahun terakhirnya merevisi teorinya tersebut. Ia pun menyampaikan Maslow mengakui bahwa kebutuhan untuk mengaktualisasi diri bukanlah kebutuhan tertinggi, melainkan kebutuhan self transcendence. Sebagian orang berpendapat self transcendence yakni kebutuhan akan beragama, kebutuhan spiritual, atau kebutuhan untuk menghubungkan diri dengan yang di atas (Tuhan).


Freist, J & Freist, Gregory. 1998.Theories of Personality. Amerika : Mc Graw Hill.

Goble, Frank G. 2002. Mahzab Ketiga Psikologi Humanistik Abraham Maslow. New York: Washington Square Press.

Schunk, Dale H. 2012. Learning Theories and Educational Perspective. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Alwisol. 2008. Psikologi Kepribadian. Malang: UMM Press.

Hidayat, Dede Rahmat. 2011. Teori dan Aplikasi Psikologi Kepribadian dalam Konseling. Bogor . Ghalia

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Penerapan Disiplin Dalam Pembelajaran

Model Pembelajaran Role Playing (Bermain Peran)

Model Pembelajaran Nht (Numbered Heads Together)