Faktor-Faktor Dalam Peningkatan Mutu Sekolah

Faktor-Faktor dalam Peningkatan Mutu Sekolah
Dari segi proses, mutu pendidikan berarti keefektifan dan efisiensi seluruh faktor yang berperan  dalam proses pendidikan. Dalam hal ini mutu pendidikan sangat erat kaitannya dengan mutu sekolah.  Faktor yang berperan dalam peningkatan mutu sekolah berdasarkan Nur Zazin (2011:66) yaitu:
  1. Kualitas guru
  2. Sarana dan prasarana
  3. Suasana mencar ilmu
  4. Kurikulum yang dilaksanakan
  5. Pengelolaan sekolah
Selain berdasarkan Nur Zazin, ada juga faktor-faktor yang memepengaruhi peningkatkan mutu sekolah menyerupai yang disarankan oleh Sudarwan Danim (2007:56), yaitu dengan melibatkan lima faktor yang mayoritas :

  1. Kepemimpinan Kepala sekolah; kepala sekolah harus mempunyai dan memahami visi kerja secara jelas, bisa dan mau bekerja keras, mempunyai dorongan kerja yang tinggi, tekun dan tabah dalam bekerja, memberikanlayananyang optimal, dan disiplin kerja yang kuat.
  2. Siswa; pendekatan yang harus dilakukan yaitu “anak sebagai sentra “ sehingga kompetensi dan kemampuan siswa sanggup digali sehingga sekolah sanggup menginventarisir kekuatan yang ada pada siswa .
  3. Guru; pelibatan guru secara maksimal , dengan meningkatkan kopmetensi dan profesi kerja guru dalam kegiatan seminar, MGMP, lokakarya serta training sehingga hasil dari kegiatan tersebut diterapkan disekolah.
  4. Kurikulum; sdanya kurikulum yang ajeg / tetap tetapi dinamis , sanggup memungkinkan dan memudahkan standar mutu yang dibutuhkan sehingga goals (tujuan) sanggup dicapai secara maksimal;
  5. Jaringan Kerjasama; jaringan kerjasama tidak hanya terbatas pada lingkungan sekolah dan masyarakat semata (orang bau tanah dan masyarakat) tetapi dengan organisasi lain, menyerupai perusahaan / instansi sehingga output dari sekolah sanggup terserap didalam dunia kerja. 
Berdasarkan pendapat diatas, perubahan paradigma harus dilakukan secara bahu-membahu antara pimpinan dan karyawan sehingga mereka mempunyai langkah dan taktik yang sama yaitu membuat mutu dilingkungan kerja khususnya lingkungan kerja pendidikan.

Pimpinan dan karyawan harus menjadi satu tim yang utuh (teamwork) yangn saling membutuhkan dan saling mengisi kekurangan yang ada sehingga sasaran (goals) akan tercipta dengan baik.

Inovasi Dalam Perencanaan Peningkatan Mutu Sekolah: Masalah dan Potensi
Salah satu alasan umum mengapa sebuah penemuan (perubahan yang direncanakan dalam praktek) mungkin menghasilkan problem dalam pelaksanaan dan gagal  menyadari potensi yang dibayangkan oleh para pendukungnya yaitu lantaran bahwa pemahaman mereka yang terbatas perihal praktek yang diubah untuk pengguna mengarah ke desain yang kurang baik atau  taktik implementasi yang tidak memadai.

Dimana penemuan dievaluasi dan pelajaran yang dipelajari, pemahaman yang direvisi dari proses perubahan harus memungkinkan kita untuk berbuat lebih baik dalam waktu berikutnya.

Meningkatnya kecepatan dan kompleksitas perubahan pendidikan dalam beberapa tahun terakhir, bagaimanapun, menimbulkan ancaman lain: tanpa disadari kita mungkin sanggup meningkatkan intervensi besok pada perubahan pemahaman kemarin, semakin ketinggalan zaman sebagai konteks politik dan administratif pergeseran sekolah dengan cara mengubah proses dan isi perubahan pendidikan yang dialami oleh staff sekolah  (dosen).

Mungkin  waktu sebelum pemahaman kita perihal sifat perubahan  telah terungkap; sementara keterbatasan pelaksanaan intervensi kami membawa problem gres membuat banyak perbedaan.

Tujuan dari pemrakarsa ini termasuk merangsang dan membantu praktisi di tingkat sekolah dalam  menyebarkan kapasitas mereka untuk mengidentifikasi  perbaikan dan merencanakan taktik yang koheren dan layak dalam melaksanakan upaya perbaikan.

Dengan kata lain, jikalau diterapkan dengan sukses, penemuan manajerial akan memberikan  sarana untuk membuat pendekatan yang terkoordinasi untuk mengelola penemuan lain dan taktik tersebut memperlihatkan donasi terhadap peningkatan kualitas sekolah

Kennedy (1987:163) juga membicarakan taktik penemuan yang dikutip dari Chin dan Benne (1970) menyarankan tiga jenis taktik penemuan , yaitu : Power Coercive (strategi pemaksaan), Rational Emperical (emperik rasional), dan Normative-Re-Educative (Pendidikan yang berulang secara normatif).

Strategi penemuan yang pertama yaitu taktik pemaksaan berdasarkan kekuasaan merupakan suatu referensi penemuan yang sangat bertentangan dengan kaidah-kaidah penemuan itu sendiri. Strategi ini cendrung memaksakan kehendak, wangsit dan pikiran sepihak tanpa menghiraukan kondisi dan keadaan serta situasi yang sesungguhnya dimana penemuan itu akan dilaksanakan.

Kekuasaan memegang peranan yang sangat besar lengan berkuasa pengaruhnya dalam menerapkan ide-ide gres dan perubahan sesuai dengan kehendak dan pikiran-pikiran dari pencipta inovasinya. Pihak pelaksana yang sesungguhnya merupakan objek utama dari penemuan itu sendiri sama sekali tidak dilibatkan baik dalam proses perencanaan maupun pelaksanannya.

Para inovator hanya menganggap pelaksana sebagai obyek semata dan bukan sebagai subyek yang juga harus diperhatikan dan dilibatkan secara aktif dalam proses perencanaan dan pengimplementasiannya.

Strategi penemuan yang kedua yaitu empirik rasional. Asumsi dasar dalam taktik ini yaitu bahwa insan bisa memakai pikiran logisnya atau akalnya sehingga mereka akan bertindak secara rasional.

Dalam kaitan dengan ini inovator bertugas mendmonstrasikan inovasinya dengan memakai metode yang terbaik valid untuk memperlihatkan manfaat bagi penggunanya. Disamping itu, taktik ini di dasarkan atas pandangan yang optimistik menyerupai apa yang dikatakan oleh Bennis,Benne dan Chin yang dikutip dari Cece Wijaya dkk (1991).  

Di Sekolah para guru membuat taktik atau metode mengajar yang menurutnya sesuai dengan nalar yang sehat, berkaitan dengan situasi dan kondisi bukan berdasarkan pengalaman guru tersebut. Diberbagai bidang, para penggagas penemuan melaksanakan perubahan dan penemuan untuk bidang yang ditekuninya berdasarkan pemikiran, ide, dan pengalaman dalam bidangnya itu, yang telah digeluti berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun.

Inovasi yang demikian memberi dampak yang lebih baik dari pada model penemuan yang pertama. Hal ini disebabkan oleh kesesuaian dengan kondisi aktual di daerah pelaksanaan penemuan tersebut.

Jenis taktik penemuan yang ketiga yaitu normatif Re-edukatif ( pendidikan yang berulang ) yaitu suatu taktik penemuan yang didasarkan pada pemikiran para andal pendidikan menyerupai Sigmund Freud, John Dewey, Kurt Lewis dan beberapa pakar lainnya (Cece Wijaya (1991), yang menekankan bagaimana klien memahami permasalahan pembaharuan menyerupai perubahan sikap, skill, dan nilai-nilai yang bekerjasama dengan manusia.

Dalam pendidikan, sebuah taktik bila menekankan pada pemahaman pelaksana dan peserta inovasi, maka pelaksanaan penemuan sanggup dilakukan berulang kali. Misalnya dalam pelaksanaan perbaikan sistem mencar ilmu mengajar di Sekolah, para guru sebagai pelaksana penemuan berulang kali melaksanakan perubahan-perubahan itu sesuai dengan kaidah-kaidah pendidikan.

Kecendrungan pelaksanaan model yang demikian agaknya lebih menekankan pada proses mendidik dibandingkan dengan hasil dari perubahan itu sendiri.

Pendidikan yang dilaksanakan lebih menerima porsi yang mayoritas sesuai dengan tujuan berdasarkan pikiran dan rasionalitas yang dilakukan berkali-kali semoga semua tujuan yang sesuai dengan pikiran dan kehendak penggagas dan pelaksananya sanggup tercapai.

Para andal mengungkapkan aneka macam persepsi, pengertian, interpretasi perihal penemuan menyerupai Kennedy (1987), White (1987) memperlihatkan aneka macam macam defenisi perihal penemuan yang berbeda-beda.

Dalam hal ini penulis mengutip defenisi penemuan yang dikatakan oleh White "Inovasi itu lebih dari sekedar perubahan, walaupun semua penemuan melibatkan perubahan".

Untuk mengetahui dengan terang perbedaan antara penemuan dengan perubahan, sanggup dilihat defenisi yang diungkapkan Nichols (1983:4): Nichols menekankan perbedaan antara perubahan (change) dan penemuan (innovation) sebagaimana dikatakannya di atas, bahwa perubahan mengacu kepada kelangsungan penilaian, penafsiran dan pengharapan kembali dalam perbaikan pelaksanaan pendidikan yang ada yang dianggap sebagai kepingan kegiatan yang biasa.

Sedangkan penemuan menurutnya yaitu mengacu kepada ide, obyek atau praktek sesuatu yang gres oleh seseorang atau sekelompok orang yang bermaksud untuk memperbaiki tujuan yang diharapkan.


Depdiknas. (2002). Menejemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah; Konsep Dasar. Jakarta : Dikjen Pendidikan Dasar dan Menengah

Edward dan Sallis. (2004). Menejemen Kualitas Total Dalam Pendidikan ( Total Quality Manajemen in Education) Penerjemah : Kambey Daniel C. Manado : Program Pasca Sarjana Universitas Negeri Manado

Hopkins, D. (2005). The Practice and Theory of School Improvement, International Handbook of Educational Change. Netherland : Springer

Rivai dan Murni. (2012). Education Management. Jakarta: PT RajaGrafindo

Zazin, Nur. (2011). Gerakan Menata  Mutu Pendidikan: Teori & Aplikasi. Jogjakarta: Ar-ruzz Media

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Penerapan Disiplin Dalam Pembelajaran

Model Pembelajaran Role Playing (Bermain Peran)

Model Pembelajaran Nht (Numbered Heads Together)